[Book Review] Dialog Sakti

Thursday, May 1, 2014

Aku adalah bagian dari ada. (hal. 11)

Judul: Dialog Sakti
Penulis: Khamasasyiah
Penerbit: Elex Media Komputindo
Tebal: 144 halaman
ISBN: 978-602-022-732-0
Harga: Rp. 29.800,-

Hidup adalah kompromi.

Dengan orang lain, diri sendiri, dan kehidupan itu sendiri. Utarakan emosimu. Kebahagiaan, kesedihan, amarah, cinta, harapan. Berdialoglah dengan caramu sendiri, dan sadarilah bahwa ada banyak cara untuk memandang kehidupan dengan lebih bijak.

Sebuah antologi remaja tentang sisi lain kehidupan remaja yang dianggap melulu adalah hura-hura dan berfoya. Menguak emosi orang muda yang berada di tengah idealisme dan realita. Dengan gaya bahasa yang matang namun tetap ringan. Dikemas dengan karya-karya fotografi yang fresh dan khas orang muda.

Menurutmu, emosi itu apa? Kalau menurut aku sih, emosi adalah perasaan. Cukup? Tentu saja tidak. Kamu bisa mendeskripsikan emosi lebih dari itu. Sama seperti Dialog Sakti, emosi yang diciptakan tidak hanya tersirat satu atau dua kali, tapi setiap kalimat yang tertulis adalah emosi.
“Kopi itu pahit, makanya dia butuh gula,” (hal. 12)

Dialog Sakti terbagi menjadi 6 cerita, dan cerita ketiga punya judul yang sama dengan buku ini. Masing-masing cerita punya ceritanya tersendiri *iyalah*, singkatnya... keenam cerita ini punya satu benang merah yang sama, tentang emosi, cinta, harapan, dan Tuhan.
Bahwa manis tak harus selalu terwujud dalam gula. Bahwa manis dan pahitnya kopi mengajarkan sesuatu. (hal. 21)

Kak Asya, aku kenal dia, tapi dia nggak kenal aku. Ini tulisan pertamanya yang aku baca, setelah kemudian mengecek epaper untuk membaca cerpennya yang dimuat di koran Pikiran Rakyat. Novel pertamanya ini disusun dengan kalimat non-konotasi. Bisa jadi, kamu perlu membacanya ulang kalau saja kurang paham apa maksudnya.
Memang, kenangan tak berfungsi apa pun selain sebagai sebuah pengingat. (hal. 21)

Kalau boleh jujur, sebenarnya suka dengan keenam cerita yang dituang disini. Tapi, selalu ada yang spesial tentu saja, maka aku memilih judul ‘Tembus Pandang Tembus Harapan’. Selain menceritakan tentangnya indahnya harapan dan cerita ‘di balik jendela’, nama tokohnya juga nggak jauh-jauh sama nama penulis dan fotografernya—Dinda dan Radithya. Manis sekali.
Tuhan tidak pernah salah. Memang seharusnya kami berpisah. Karena dari perpisahan, kami mengerti arti pertemuan dan perjalanan. (hal. 36)

Novelnya beda menurutku, nggak hanya berupa tulisan, tapi disertai ilustrasi foto yang diambil sendiri sama penulis dan fotografernya. Terlebih, layout-nya juga anti-mainstream sih. Walaupun cuma hitam dan putih.


Tapi seharusnya aku bersyukur karena masih diberi rasa lelah dan kantuk seperti ini oleh Tuhan. Seram sekali kalau sampai harus tidak bisa tidur hingga pagi. Bukan karena kau kuat, tapi karena tubuhmu tidak paham lagi arti beristirahat. (hal. 87)

Nggak ada salahnya untuk meluangkan membaca buku ini di sela-sela aktivitas, kadang kita nggak sadar apa yang ada di sekeliling kita. Kita cuma butuh lebih peka. Dan mengatur emosi biar nggak kekurangan apalagi kelebihan :D
The silent taught me everything. Including taking you care with no sound. (hal. 103)

Bintang? Kalau subjektif sih bisa 5/5, tapi ★★★★ cukup untuk buku yang satu ini. Semoga September bisa cepat datang, dan aku mengikuti jejak Kak Asya dalam #EmotionalSeptemberProject.
“Seperti pelangi. Aku air, kamu cahaya. Aku akan jadi alasanmu untuk tetap hidup. Jangan pernah kehilangan harapan, ia tidak dicari, tapi dibuat. Jangan pernah berpikir untuk menjadi sama apalagi lebih buruk, bagaimanapun kehidupannya. Rad, berjanjilah untuk terus menciptakan kehidupan.” (hal. 133)

Ada yang aku sadari darimu, periku. Kau mengajarkan aku cara berharap, cara meyakini sesuatu. Dan aku berhasil. Kita berhasil melewati kematian yang dijadwal itu. Aku yakin, harapan adalah penyambung hidup. Dan bagaimanapun keadaannya, kita harus tetap mampu menciptakan harapan. Apa pun yang menghalangimu, bahkan meski itu berada tepat di depan matamu, tidak boleh jadi penyebab kau tidak berubah, atau mundur. (hal. 137)

No comments:

Post a Comment

Review di a, Greedy Bibliophile adalah pendapat suka-suka yang sifatnya subjektif dari si empunya blog. Aku berusaha jujur, karena barang siapa jujur sesungguhnya dia masih hidup.

Aku nggak pernah memaksa kamu untuk setuju dengan pendapatku sendiri. Jangan sebel, jangan kesel, kecuali kamu mau itu menjadi beban besar yang berat ditanggung.

Boleh komentar, boleh curhat, boleh baper, tapi jangan promosi jualan obat atau agen judi bola. Tulis dengan bahasa manusia yang sopan dan mudah dimengerti ya.

Terima kasih sudah berkunjung, semoga ada cerita yang bermanfaat, jangan lupa kuenya boleh dibawa. Asal tulisan aku jangan dicomot seenak udelmu.

tertanda,

yang punya cerita

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
a book blog by @asysyifaahs