Showing posts with label Leutikaprio. Show all posts
Showing posts with label Leutikaprio. Show all posts

[Book Review] Dear Faris by Arian Sahidi

Tuesday, April 15, 2014


Pertemuan adalah awal dari berlabuhnya rindu yang sejak lama menyesakkan dada. (hal. 149)
Judul: Dear Faris "Catatan Inspirasi Si Pahlawan Kecil"
Penulis: Arian Sahidi 
Penerbit: Leutika Nouvalitera 
Tebal: 162 hlm
ISBN: 978-602-225-801-8
Harga: Rp. 36.700,00
Tak pernah terbayang olehku, anak sekecil itu harus menghadapi cobaan yang begitu berat. Ditinggal orang yang dicintai untuk selamanya di tengah rasa sakit pascaoperasi akibat kecelakaan. Aku tahu, Faris pastilah sangat sedih meski senyum cerianya mampu menutupi kegundahan yang ada. Masih kuingat kata-katanya, “Ustaz, nggak usah sedih. Ini adalah jalan yang terbaik bagi kita semua. Kalaupun Bapak bisa bertahan, itu hanya membuat beliau menderita. Faris tidak tega jika harus melihat Bapak menderita sakit yang demikian.” Ya Allah, betapa tegarnya dia. Dia yang tengah berduka mampu berkata seperti itu. Ya, Faris, pahlawan kecilku, mengajariku banyak hal, bagaimana menyikapi musibah yang menimpa, bagaimana memandang cobaan yang diberikan Tuhan. Darinya, aku bisa belajar, ada pesan yang ingin disampaikan Sang Pencipta melalui ujian-Nya. Tuhan memberi cobaan bukan karena tidak sayang kepada hamba-Nya. Ujian yang diberikan sudah disesuaikan dengan kadar kemampuan hamba-Nya. Catatan-catatan ini hadir sebagai pengingat akan nikmat Tuhan, sehingga kita akan tambah bersyukur. Bisa juga untuk mengenang kembali saat-saat Faris berjuang menjalani cobaan, saat berjuang untuk kembali berdiri tegak, dan belajar untuk kembali melangkah meski harus dengan uraian air mata, harus terjatuh, dan mengulang kembali perjuangannya sedari awal lagi. Akhirnya, inilah sebuah persembahan cintaku kepada pahlawan kecilku. Semoga para pembaca bisa mengambil pelajaran dari catatan-catatan sederhana ini.
Thoughts... 
 Dear Faris, adalah semacam catatan inspirasi berupa buku harian. Cerita diawali dari kejadian Bapaknya Faris yang meninggal dunia karena kecelakaan, pun dengan Faris yang harus dirawat di rumah sakit. Lantas berlanjut ke kisah menjalani hari-hari dengan Faris.
Mungkin benar kata orang, saat kehilangan kita baru merasakan betapa berharganya orang-orang yang selama ini berada di samping kita. (hal. 18)

Ada rasa rindu saat membaca beberapa bagian diantaranya, kalau baca cerita tentang Bapak Faris yang meninggal dunia, aku jadi rindu sama Almh. Nurul {}. Pas baca bagian Faris saat berjuang untuk bisa sembuh, ingat Selly dan Kak Yuna. Rasanya sendu banget, memunculkan kembali rasa-rasa rindu bersama orang-orang tersebut.
“Kamu akan mendapatkan ketenangan hidup, ketika kamu menjalani hidup dengan penuh rasa syukur.” (hal. 3)

Kagum sama sosok Faris yang digambarkan dalam buku ini, tabah dan sabar banget menerima keadaannya ketika tahu harus dioperasi. Walaupun masih kelas satu SMP, tapi pemikirannya bijak banget, tegar menghadapi cobaan hidup yang mungkin nggak setiap orang bisa menerima apa yang menjadi takdirnya.

Bahasanya mengalir, enak dibaca juga, dan mudah dimengerti. Apalagi tampilannya yang nggak bikin sakit mata, jadi nggak cepet bosan juga. Cerita yang disampaikan juga inspiratif, nggak hanya Faris melulu yang dibahas, juga ada teman-temannya yang ikut mejeng di buku ini. Ah iya, ingat dengan tokoh bernama Jihan, bisa dikatakan seorang difabel yang menurutku istimewa, semangat dalam belajar Al-Qur’an. SubhanAllah~
Semuanya sudah terjadi, tidak ada gunanya menyesali semua yang sudah terjadi, yang lalu biarlah berlalu, dan semoga menjadi pelajaran hidup yang memberi harapan lebih baik lagi. (hal. 8)

Di buku ini, ada banyak bertebaran kalimat-kalimat favorit :
1. Kehilangan orang yang kita cinta memang tidaklah mudah. (hal. 35)
2. Kalian tahu? Kadang seseorang hanya butuh untuk didengarkan curahan hatinya, tanpa perlu adanya penghakiman (hal. 37)
3. “Seabai apa pun sikap kita pada putaran waktu, perjalanan ini hanyalah menuju pulang. Berkemaslah dengan benar. Bersiaplah selalu untuk pulang.” (hal. 45)
4. Di dalam kehidupan ini, kadang kita pernah merasakan jenuh yang luar biasa terhadap rutinitas kita sehari-hari. (hal. 62)
5. “Ingat, ya. Mimpi hanya akan menjadi mimpi, selama tidak ada usaha menggapai itu semua. Kalian harus bangun dari dunia mimpi, kemudian berusaha mewujudkan itu semua,” (hal. 105)
6. Rindu memang kadang misteri. Ia datang tiba-tiba, menyesakkan dada dan membuat yang rindu semakin gila karena tak sanggup untuk berlabuh. (hal. 130)
7. Bahagia itu sederhana, sesederhana pertemuan kali ini, saat ia tahu ada banyak cinta yang mengelilinya. (hal. 136)
Suka juga dengan puisi yang dibuatkan temannya Faris, namanya Bima.

Nggak hanya cerita inspiratif, kadang ada juga cerita-cerita konyol yang diselipkan penulis dalam bukunya ini. Salah satunya ada di halaman 64, “Jadi begini, Ustaz pernah daftar jadi peserta Indonesian Idol, kemudian langsung kabur karena melihat peserta yang membludak...,”. Ah jadi penasaran nih kalau Ustaz Arian benar-benar ikutan, mungkin lain waktu bisa diceritakan :D
Ada satu lagi, mengenai surat yang diperuntukkan buat Faris. Lebih tepatnya sih bukan isi suratnya, tapi biodata dari pengirim suratnya yang bikin geli sendiri, surat dari Putra Raffi Pradana S., sampai nyantumin semua akun jejaring sosial yang ada, duuh aku banget sih xD
Ntar di-follow satu-satu :D
Well, buku yang menarik untuk mengisi waktu luang nih, nyari-nyari momen yang tepat setelah UTS juga. Jadi, bintang yang aku kasih : ★★★
Pisah bukan berarti akhir dari sebuah cerita. (hal. 32) 

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
a book blog by @asysyifaahs