[REVIEW] A Dandelion Wish - Xi Zhi

Saturday, April 16, 2016

“Jangan terlalu merasa hebat, jangan merasa bahwa dirimu mahakuasa. Terkadang kau perlu bersantai, sesekali merasa bahwa dirimu tidaklah begitu pintar. Hal itu akan membantumu untuk tumbuh lebih bijaksana.” (hal. 192)

A Dandelion Wish
Penulis: Xi Zhi
Penerjemah: Jeanni Hidayat
Penerbit: Penerbit Haru
Penyunting: Arumdyah Tyasayu
Proofreader: Yuli Yono
Cover desainer dan ilustrator isi: @teguhra
Tebal: 346 halaman
Terbit: April 2014
Ratingku: 4/5

---

Bai Qian Xun adalah seorang dokter ahli bedah jantung, di usianya yang baru 27 tahun ia sudah menjadi seorang dokter spesialis. Namun sayangnya, sikap dingin dan cueknya membuat ia tidak memiliki teman akrab. Pertemuannya dengan lelaki bernama Cheng Feng berawal ketika Bai Qian Xun hendak pulang ke apartemennya. Ketika ia memasuki pelataran parkir rumah sakit, didapatinya seorang lelaki yang tengah menyanyikan lagu blues dan duduk di atas kap mobilnya, meminta Bai Qian Xun untuk menampungnya selama satu malam.

Meski berniat membawa Cheng Feng ke apartemennya untuk sementara, Bai Qian Xun jadi berubah pikiran ketika lelaki tersebut menyuguhkan sarapan pagi untuknya. Dengan tawaran menjadi pelayan rumah tangga (dan isi perut) Bai Qian Xun, Cheng Feng pun bersedia menerimanya, toh majikannya tidak peduli asal-usul lelaki tersebut dari mana.

Seringnya, semakin banyak berbicara maka akan semakin banyak kesalahan. Semakin banyak kebohongan yang dibuat maka harus mengarang lebih banyak lagi kebohongan untuk menutupinya. (hal. 64)

Ibu Bai Qian Xun banyak berperan dalam pembentukkan karakter dirinya, dokter muda tersebut didoktrin bagai robot, seringkali bersikap dingin, dan sulit untuk bersosialisasi dengan orang banyak. Akan tetapi, kehadiran Cheng Feng di apartemennya lambat laun mengubahnya menjadi seseorang yang lebih santai menjalani kehidupan. Sebelumnya, Bai Qian Xun mengira bahwa hidup adalah sebuah proses yang hanya diisi dengan kesibukan. Mesti hidup sampai 70 atau 80 tahun agar seluruh pekerjaannya beres, barulah wanita itu berhak untuk beristirahat. Cheng Feng yang mengajari Bai Qian Xun untuk memperlambat langkah kakinya, menikmati semua hal yang ada di sekeliling wanita itu sehingga anugerah hidup tidak akan terasa sia-sia. Sebagian dari diri wanita itu telah menjadi lembut, bahkan ia sendiri sudah melanggar beberapa aturan-aturan hidup pribadinya, memaksa wanita itu untuk mengakui bahwa beberapa hal tak terduga dan selingan dalam hidup tidak akan menekan rasa amannya.

Kehidupan tidak boleh dijalani dengan ceroboh atau sembarangan. Kau harus mengisi setiap menit dengan hal yang berguna, menciptakan sebuah nilai bagi kehidupanmu. (hal. 81)

Namun, benarkah rasa nyaman di antara mereka berdua akan selamanya? Bagaimana ketika seseorang mengenali identitas asli yang membuat Cheng Feng kembali pada ingatannya? Akankah Bai Qian Xun tetap berada di samping lelaki yang ia cintai itu?

“Bunga dandelion membawa permohonan kita dan juga permohonannya sendiri terbang melayang. Semakin tinggi dan semakin jauh dia terbang, semakin besar pula peluang permohonanmu terkabul,” (hal. 132)

A Dandelion Wish bercerita tentang harapan tentang cinta untuk selamanya. Meski dandelion yang bermakna harapan itu sendiri hanya sedikit muncul di dalam buku ini, setidaknya cukup menggambarkan tentang ceritanya secara garis besar.

Tema amnesia pasti banyak yang mengenal, bisa jadi dari bacaan atau tontonan. Keduanya bikin kita jadi paham kemana arah dan akhir ceritanya bermuara. Well, kayaknya sih gitu, habisnya mau ngapain lagi dong?

Jujur aku baca buku ini udah lama, hmm... entah empat apa lima bulan lalu atau setengah tahun lalu ya? Pokoknya sebelum niat hiatus, ini novel terakhir yang aku baca, padahal nyaris nulis review-nya sebelum beneran off dari blog, tapi ya mendadak jadi review pertama yang aku tulis sekarang. Eh, bentar, aku lupa cara nulis review buku! *gubrak*

Namun, jalan kehidupan setiap manusia tentu ada yang tak disangka-sangka. Terlalu mengusik hal itu pasti tidak akan menyenangkan bagi pihak manapun. (hal. 65)

Bai Qian Xun ini tipe tokoh yang dingin, tapi bukan jutek sok jual mahal sih, lebih karena didikan dari emaknya yang keras biar ngikutin jejaknya yang cemerlang. Yah, kurang lebih gitu, mirip sama drama Page Turner yang kemarin tamat, duh itu Kim So Hyun pinter banget ya milih drama! xD Dan Cheng Feng, demi apapun rada aneh ada cowok minta ditampung semalam. Nggak ngerasa riskan apa ya Dokter Bai bawa cowok aneh ke apartemennya, ya kan dia nggak tau mau ngapain. Lah, kecuali ada deskripsi kalau Cheng Feng ini gantengnya kayak Song Joong Ki sih nggak papa. Eh, bukunya bilang dia ganteng nggak sih? Nggak tau, aku lupa, kan bacanya udah lama *kebiasaan*.

Klimaks baru muncul di tiga perempat akhir cerita. Nanggung? Banget! Iya, klimaksnya ditemuin pas Cheng Feng ini inget lagi siapa dirinya, terus Bai Qian Xun sedih, terus Cheng Feng bingung, tapi ending-nya udah tau kali yah, aneh lah masa kedua tokoh utama nggak happily ever after, kecuali kisah Cha Eung Sang dan Kim Young Do di The Heirs kali ya... *etdah, drama Korea mulu -_-*

Hmm, aku sendiri baru baca buku terjemahan Mandarin pertama kalinya lewat A Dandelion Wish. Akhir tahun kemarin juga pernah nonton drama Taiwan yang dibintangi Jasper Liu, lumayan suka sih, tapi kayaknya aku lebih pilih karya Korea dibanding Taiwan ataupun Jepang, saking udah banyak nikmatin kali ya, hehe...

Yash, secara keseluruhan sih gitu, cover-nya cantik-cantik aja, nggak ngeh apa itu setipe sama cover ala Penerbit Haru apa bukan. Typo sih katanya ada, aku rasa gitu. Soal terjemahan, nggak masalah tapi lebih mending terjemahan Korea.

Cinta bukanlah sesuatu yang bisa dipupuk seorang diri. Sangat tidak etis bila membiarkan wanita yang merasakan buah pahitnya sementara prianya malah bisa dengan begitu tenang menjalani kehidupannya yang dulu. (hal. 264)

2 comments:

  1. Psikologi nampak dari perubahan sosok yang dingin menjadi hangat. Proses itulah yang membuat saya penasaran dengan buku ini setelah membaca reviewnya. Saya harus mengabaikan segalan kekurangan buku ini karena soal selera. Pembaca akhirnya punya hak untuk membandingkan. dan rasanya saya tidak sopan jika harus mengatakan sepaham sebelum membacanya.

    Saya suka quote yang pertama : “Jangan terlalu merasa hebat, jangan merasa bahwa dirimu mahakuasa. Terkadang kau perlu bersantai, sesekali merasa bahwa dirimu tidaklah begitu pintar. Hal itu akan membantumu untuk tumbuh lebih bijaksana.” (hal. 192)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yaps, belum boleh setuju kalo belum baca bukunya, cukup worth to read kok...

      Delete

Review di a, Greedy Bibliophile adalah pendapat suka-suka yang sifatnya subjektif dari si empunya blog. Aku berusaha jujur, karena barang siapa jujur sesungguhnya dia masih hidup.

Aku nggak pernah memaksa kamu untuk setuju dengan pendapatku sendiri. Jangan sebel, jangan kesel, kecuali kamu mau itu menjadi beban besar yang berat ditanggung.

Boleh komentar, boleh curhat, boleh baper, tapi jangan promosi jualan obat atau agen judi bola. Tulis dengan bahasa manusia yang sopan dan mudah dimengerti ya.

Terima kasih sudah berkunjung, semoga ada cerita yang bermanfaat, jangan lupa kuenya boleh dibawa. Asal tulisan aku jangan dicomot seenak udelmu.

tertanda,

yang punya cerita

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
a book blog by @asysyifaahs