[REVIEW] Analogi Cinta Berdua - Dara Prayoga

Friday, May 1, 2015

Dan yang terpenting, berdua adalah saling, bukan paling agar seimbang, bukan timpang. (hal. 181)

Judul: Analogi Cinta Berdua
Penulis: 'Oka' Dara Prayoga
Penerbit: Bukune
Editor: Syafial Rustama
Proofreader: Moh. Ridho
Layout: Irene Yunita
Desain sampul: Gita Mariana
Foto isi: Sardo M & Dara Prayoga
Foto cover: Broery
Tebal: 184 halaman
Harga: Rp. 40.000,-
Rating: ★★☆

Orang yang jatuh cinta diam-diam mungkin sudah biasa merasa sendiri. Namun, semua pemuja rahasia nggak akan mau terus menerus selamanya sendiri.
Seorang pemuja rahasia juga berhak bahagia.
Orang yang jatuh cinta sendiri, keinginannya sederhana. Dia hanya ingin berdua. 

Begitulah kalimat dalam prolog yang akan menjadi garis besar dalam buku ini. Pada Analogi Cinta Berdua, Bang Oka akan mengajak kita untuk ber-time-travelling ke fase-fase dalam pacaran, sehingga mengerucut ke dua tujuan akhir: berdua untuk bahagia atau berakhir terluka. Sudah siap?

Hampir setiap orang mungkin hafal dengan getaran rasanya jatuh cinta. Anehnya, nggak ada yang bosan dengan hal itu. Mengapa? Karena jatuh cinta selalu memberikan getaran-getaran yang sama, tapi setiap getarnya menimbulkan rasa yang berbeda. (hal. 5)

Pemeran cewek dalam buku yang bakal kita bahas ini bernama Tarisha. Dia ini adalah teman semasa SD-nya Bang Oka yang kemudian kuliah di Jakarta. Berawal dari pertemanan di masa lalu, mereka akhirnya jadian.

Nggak ada yang tau kalau seseorang yang pernah kita kenal di masa lalu, mungkin akan jadi 'seseorang' di masa depan. Seseorang yang berharga. (hal. 14)

Seperti orang pacaran kebanyakan, mereka juga melakukan hal demikian. Kencan, jalan bareng, main bareng, berangkat kuliah bareng, sampe cebok bareng. Eh, yang terakhir nggak sih! Usaha keras dilakukan Oka supaya apa yang dilakukannya bisa memberi yang terbaik untuk sang pacar, Tarisha.

Semua hal bareng-bareng itu, memang nggak berlangsung untuk selamanya. Ada kalanya, dan saat itulah Tarisha menjadi seperti cewek pacaran kebanyakan, sifat posesif, egois, cemburu, dan pasif-agresifnya mulai muncul satu per satu. Kadang aku ngerasa, ribet ya jadi orang pacaran, punya sifat ini-itu yang bikin eneg buat dilakukan. Padahal, orang yang bilang gini sebenarnya belum tahu aja rasanya pacaran gimana *if you know what I mean*.

Meski begitu, dengan sabarnya Bang Oka menghadapi kelakuan Tarisha ini. Komunikasi yang awal-awalnya menyenangkan, mendadak kelam saat masing-masing di antara mereka punya kesibukan. Kata "terserah" - "ya udah" udah nggak absen lagi dalam setiap percakapan mereka, apapun itu.

Kejengkelan ini memang memuakkan, bagi Oka maupun bagi Tarisha. Bukan nggak mungkin salah satu—atau bahkan dua-duanya—di antara orang berpacaran akan lebih memilih hal lain dibanding capek ngurusin masalah sepele yang dibesar-besarkan. Menurutku sebagai orang yang sok tau apa-apa, mereka terlalu lelah menghadapi pasangannya yang menuntut lebih. Kadang, jeda sedikit memang sangat diperlukan.

Ternyata, pacaran itu kayak nyari rumah, bukan masalah mewah dan mahalnya, tapi cukup yang sederhana, asal bisa bersama-sama. (hal. 31)

Well, buku ini bacaan yang ringan. Terlepas dari suka nggaknya kamu sama buku komedi, atau bahkan cerita anak kekinian yang most of them too much lebaynya, bukan berarti kamu memilih underrated terhadap buku kedua Bang Oka ini. Walau bukunya tipis, aku rasa ada banyak pelajaran yang bisa kita—maksudnya kalian, ex. aku sendiri—ambil, khususnya bagi anak-anak muda gawl yang lagi asyik-asyiknya pacaran sana-sini.

Meski bukan satu-satunya buku personal literature yang menjadi referensi bagi kawula muda yang pacaran, Bang Oka menceritakan sendiri kisahnya tentang bagaimana untuk 'menjadi berdua'. Berdua untuk menjadi satu. Berdua tentang... banyak hal. Meski hidup bukan cuma soal cinta, tapi tetap saja cinta adalah penggerak kehidupan. The last point, semoga kita bisa berdua..., dengan dia yang tepat adanya.

"Kalau kamu pengin apa-apa, kamu harus nunjukin usaha seberapa mau, sama seberapa layak kamu dapetin apa yang dimau itu." (hal. 61)

Pengertian berhubungan langsung dengan pengorbanan. Orang yang mengerti akan mengorbankan sesuatu dari dirinya untuk orang yang dia sayangi. Namun, kadang sesuatu nggak berjalan seperti seharusnya, khususnya dalam hubungan manusia dengan manusia lainnya. (hal. 67)

Perbuatan seseorang itu seperti cermin terhadap apa yang sebenarnya dia rasakan dan butuhkan. — Orang yang paling mengerti sesungguhnya adalah orang yang paling butuh dimengerti. (hal. 69)

"Ada dua cara mengatasi kekurangan seseorang. Cara yang baik: menerima, cara yang buruk: menutupinya dengan kelebihan orang lain." (hal. 117)

by.asysyifaahs(◕‿◕✿)

No comments:

Post a Comment

Review di a, Greedy Bibliophile adalah pendapat suka-suka yang sifatnya subjektif dari si empunya blog. Aku berusaha jujur, karena barang siapa jujur sesungguhnya dia masih hidup.

Aku nggak pernah memaksa kamu untuk setuju dengan pendapatku sendiri. Jangan sebel, jangan kesel, kecuali kamu mau itu menjadi beban besar yang berat ditanggung.

Boleh komentar, boleh curhat, boleh baper, tapi jangan promosi jualan obat atau agen judi bola. Tulis dengan bahasa manusia yang sopan dan mudah dimengerti ya.

Terima kasih sudah berkunjung, semoga ada cerita yang bermanfaat, jangan lupa kuenya boleh dibawa. Asal tulisan aku jangan dicomot seenak udelmu.

tertanda,

yang punya cerita

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
a book blog by @asysyifaahs