[REVIEW] U-Turn - Nadya Prayudhi

Thursday, September 17, 2015

Karin, jika cinta membuatmu gila. Itu bukan cinta namanya. (hal. 159)

Judul: U-Turn
Penulis: Nadya Prayudhi
Penerbit: PlotPoint
Penyunting: Arief Ash Shiddiq
Perancang sampul: Diela Maharani
Pemeriksa aksara: Ridho Wijaya, Ining Isaiyas
Penata aksara: Kuswanto
Desain: Teguh Pandirian
Tebal: 228 halaman
Rating: ★★☆

---

Ini adalah cerita Karin yang baru saja diputuskan oleh Bre, yang belum lama ini pernah menjadi pacarnya. Rasa marah, kecewa, dan kesal menyergapnya hingga membuat ia memutar balik kisah hidupnya—saat pertama kali mereka berkenalan.

Seandainya patah hati itu menyenangkan, tentunya semua judul dan lirik lagu di seluruh dunia harus diubah jadi macam “Thank you for leaving me”, “Happy without you”, atau “Glad we’re not together again”. (hal. 5)

Berpisah dengan Bre, membuatnya merasa tidak nyaman karena tiba-tiba saja Bre mengatakan bahwa mereka akan menikah di hadapan teman-temannya. Tidak ada yang salah, hanya saja bagi Karin ia belum siap akan pernyataan yang terlalu mendadak ini. Lagi pula, Karinlah yang merasa berhak untuk marah atas kejadian tersebut, bukan sebaliknya.

Selepas kejadian tersebut, ia banyak mengalami titik balik dalam hidupnya. Mengenang saat ia masih belajar di negeri Paman Sam dan hidup sesuai keinginannya sendiri, hingga terdengar kabar bahwa ibunya meninggal. Kalau bukan karena takut dicap anak durhaka, ia takkan sudi untuk kembali ke Jakarta. Sepeninggal sang ibu, ia memilih tinggal di Bali dan tak lagi hidup bersama sang ayah.

Apapun yang terjadi hari ini tak mungkin lebih buruk daripada kemarin. (hal. 109)
Begitulah hidup. Tak selamanya berjalan sebagaimana yang kita ingikan. (hal. 193)

Di Bali, ia berkenalan dengan Vicky, seorang Melbournian yang membuatnya jatuh cinta dan hidup layaknya sepasang kekasih. Bersama Vicky ia mengalami manisnya cinta, namun lebih banyak rasa sakitnya. Penyiksaan bukanlah sesuatu yang menakutkan, Karin menerimanya selagi ia masih bersama Vicky.

“jika memang cinta, tentu tak mampu menyakiti”. (hal. 53)
Sosok ayahnya menyadarkannya bahwa tak semua laki-laki seburuk pengalamannya. (hal. 85)

Cerita mengalir hingga kantor dimana Karin bekerja, ia juga mengenang akan pengalamannya bertemu dengan Chuan, seorang lelaki gay dari Malaysia. Dalam waktu tak lebih dari seminggu, semakin Karin mengenal Chuan, rasa nyaman pertemanan berubah menjadi rasa suka hingga saling ingin memiliki. Sayangnya, kepercayaan untuk membuat Chuan kembali menjadi ‘laki-laki normal’ tiba-tiba saja dihancurkan di hari terakhir Karin berada di KL.

Karena terlalu berharap adalah kunci kekecewaan. Selalu. (hal. 165)

Lain Vicky, lain Chuan, lain pula dengan Bre. Semakin ia mengenal Bre, semakian Karin mengenal pula dirinya sendiri. Kejadian-kejadian di masa lalu menjadi benang merah yang saling bertautan dan mulai jelas terlihat. Hingga akhirnya ia sadar, Bre adalah Bre-nya di masa lalu.

Mestinya kutahu bahwa masa lalu yang kelam hanya bisa terang kembali jika kita membuatnya terang. Dengan berani menghadapi segala yang menghadang di depan mata. Dengan berusaha memperbaiki segala yang salah sebisa kita. (hal. 226)

Tahu rasanya meresensi buku yang sudah lama—sudah lama dibeli, sudah lama dibaca, sudah lama membuat draf resensi—lalu baru ingat lagi sekarang? Iya, padahal aku tahu belakangan ini sedang dikejar dengan kesibukan sekolah, tapi masih tetap nekat menambah-nambah kegiatan. Hehe xD

Meski begitu, paling tidak aku masih ingat alur yang lebih banyak turn back-nya ini. Masalah waktu, nggak begitu aku perhatikan karena jujur aku menikmati saat-saat dimana Karin memutar balik keadaan di waktu yang sudah pernah dilaluinya itu.

Di awal cerita kita akan disuguhkan dahulu soal perpisahan antara Karin dengan Bre, baru kemudian soal konflik cinta yang dialami Karin sebelum akhirnya ia mengenal Bre dari kejadian yang tidak terduga. Menurutku ini satu hal yang menarik karena penulis cukup mampu membawa pembacanya kembali mundur ke belakang.

Tak ada yang bisa kamu lakukan sekarang kecuali memaafkan diri kamu sendiri. (hal. 173)

Karin adalah karakter perempuan yang agak serampangan dan sedikit badung. Tapi kadang kala dia juga bodoh terhadap cinta, namun di sisi lain kita bakal menemukan sifat kecerdasannya.

Bagian mengejutkan sebenarnya sudah berjalan seiring dengan cerita, tapi aku baru sadar ketika tokoh antagonis diceritakan secara gamblang, sampai alasan kenapa si ‘dia’ melakukan itu. Nggak kepikiran sama sekali! Yang disayangkan, klimaksnya baru muncul di bagian mendekati akhir, kurang puas deh.

Bintang 2,5 seenggaknya sudah mewakili penilaianku, ditambah 1 bintang bisa jadi untuk cover depan karya Diela Maharani ini. Well, bukunya sudah terbit lama sih, tapi kalau dirasa kamu butuh bacaan yang menegangkan, boleh dicoba :)

But no matter how much love I have for you, it will never be enough. (hal. 131)

by.asysyifaahs(◕‿◕✿)

1 comment:

Review di a, Greedy Bibliophile adalah pendapat suka-suka yang sifatnya subjektif dari si empunya blog. Aku berusaha jujur, karena barang siapa jujur sesungguhnya dia masih hidup.

Aku nggak pernah memaksa kamu untuk setuju dengan pendapatku sendiri. Jangan sebel, jangan kesel, kecuali kamu mau itu menjadi beban besar yang berat ditanggung.

Boleh komentar, boleh curhat, boleh baper, tapi jangan promosi jualan obat atau agen judi bola. Tulis dengan bahasa manusia yang sopan dan mudah dimengerti ya.

Terima kasih sudah berkunjung, semoga ada cerita yang bermanfaat, jangan lupa kuenya boleh dibawa. Asal tulisan aku jangan dicomot seenak udelmu.

tertanda,

yang punya cerita

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
a book blog by @asysyifaahs