Cinta tidak hanya pikiran dan kenangan. Lebih besar, cinta
adalah dia dan kamu. (hal. 44)
Judul: Filosofi Kopi
Penulis: Dee Lestari
Penerbit: Bentang Pustaka
Tebal: 140 halaman
Rating: ★★★★
Harga: Rp. 47.000,-
---
Filosofi Kopi berisi 18 karangan yang ditulis oleh Dee Lestari.
Seperti halnya Madre, judul dari buku ini juga dijadikan sebagai judul pertama
karangan cerita.
Sejarah memiliki tampuk istimewa dalam hidup manusia, tetapi tidak lagi melekat utuh pada realitas. (hal. 42)
Filosofi Kopi
Bercerita tentang Ben dan Jody yang membuka sebuah kedai
kopi yang sudah cukup terkenal bagi kalangan pecinta kopi. Mereka menamainya
Filosofi Kopi: Temukan Diri Anda di Sini. Banyak yang menyukai kopi buatan Ben,
tentu saja karena itu hasil dari usaha Ben menemukan ramuan kopi yang enak yang
ia pelajari dari banyak tempat di berbagai negara. Namun, Ben merasa semua itu
belum cukup karena ia ditantang oleh seorang pengusaha untuk membuatkannya
sebuah ramuan kopi yang menandakan kesuksesan yang sempurna.
“... Sesempurna apa pun kopi yang kamu buat, kopi tetap kopi, punya sisi pahit yang tak mungkin kamu sembunyikan...” (hal. 28)
Mencari Herman
Hera menginginkan seorang lelaki yang bernama Herman, Herman
saja, tidak berakhiran –to, –syah, –di. Dia menginginkan Herman saja. Perjalanan
hidupnya untuk mencari Herman tentu saja sulit, ia perlu merasakan
kesulitan-kesulitan hidup yang membuatnya hampir menyerah. Hingga, ditemukanlah
Herman yang sesungguhnya, Herman yang ia cari selama ini.
“Bila engkau ingin satu, maka jangan ambil dua. Karena satu menggenapkan, tapi dua melenyapkan.” (hal. 31)
Sikat Gigi
Tio selalu senang jika Egi sedang menyikat gigi. Baginya,
selama Egi menyikat gigi—walau hanya dalam tiga menit—itu sudah membuatnya
dapat menahan Egi, walau sementara. Baginya, dengan kebiasaan Egi untuk
menyikat gigi, Egi bisa sejenak melupakan sesuatu yang seringkali membuat Tio
merasa iri.
Angka miliaran tadi adalah fakta matematis. Empiris. Siapa bilang cinta tidak bisa logis. Cinta mampu merambah dimensi angka dan rasa sekaligus. (hal. 53)
***
Ini buku kedua Dee yang aku baca setelah sebelumnya Madre.
Kalau diperhatikan, sebenarnya bukunya nggak jauh beda dengan Madre, sama-sama
tentang cerita, prosa, dan puisi bertema cinta. Bedanya, kalau di Madre
bercerita tentang ragi roti, rahim ibu, mercusuar, Filosofi Kopi lebih mengarah pada kopi, kecoak, dan sikat
gigi.
Bertambahnya usia bukan berarti kita paham segalanya. (hal. 68)
Nggak banyak yang bisa aku ceritakan untuk Filosofi Kopi,
seolah-olah memang tidak perlu di-review karena semua orang tahu, karya-karya
Dee memang selalu baik dan apik. Walau mungkin, ada yang menyukainya, ada juga
yang tidak. Aku bisa jadi di antara keduanya, karena sedang membaca buku-buku
Dee lainnya.
Banyak hal yang tak bisa dipaksakan, tapi layak diberi kesempatan. (hal. 66)
No comments:
Post a Comment
Review di a, Greedy Bibliophile adalah pendapat suka-suka yang sifatnya subjektif dari si empunya blog. Aku berusaha jujur, karena barang siapa jujur sesungguhnya dia masih hidup.
Aku nggak pernah memaksa kamu untuk setuju dengan pendapatku sendiri. Jangan sebel, jangan kesel, kecuali kamu mau itu menjadi beban besar yang berat ditanggung.
Boleh komentar, boleh curhat, boleh baper, tapi jangan promosi jualan obat atau agen judi bola. Tulis dengan bahasa manusia yang sopan dan mudah dimengerti ya.
Terima kasih sudah berkunjung, semoga ada cerita yang bermanfaat, jangan lupa kuenya boleh dibawa. Asal tulisan aku jangan dicomot seenak udelmu.
tertanda,
yang punya cerita