I feel like life is so simple in carnival. (hal. 118)
Judul: Do Rio Com Amor
Penulis: Ifnur Hikmah
Penerbit: teen@noura
Tebal: 273 halaman
Rating: ★★★★★
Harga: Rp. 49.000,-
---
Lola Intania adalah salah satu orang yang beruntung menjadi pemenang kompetisi fashion trip dari Fab.com. Makanya, dia memilih Arletta Wijaya sebagai fashion ambassador yang akan menemaninya, karena yakin Letta akan memilih London sebagai pilihan trip. Sayangnya, harapan Lola gagal, karena ternyata Letta malah memilih destinasi ke Rio de Janeiro, Brazil.
Di tengah suasana ajang Piala Dunia Brazil 2014, aku tidak terlalu antusias menjalaninya. Kalaupun menonton, hanya menonton sekilas dan sekarang hanya cukup mendengar suara televisi yang sedang memutar tayangan berita dari pertandingan Argentina baru saja. Malah, aku lebih excited ketika untuk tahun ini juga, Brazil mengadakan karnaval besar di Rio de Janeiro, sama halnya dengan buku yang baru saja selesai aku baca.
Penuturan yang ditulis Kak Iif disini santai dan mudah dipahami banget, khususnya mengenai penuturan fashion yang sama sekali nggak aku pahami. Paling tidak, aku mengerti bahwa yang diuraikan adalah tentang scarf, sepatu, atau mungkin baju, yaaa... nggak terlalu pusing lah karena istilah fashion yang digunakan juga cukup familiar di kalangan remaja sekarang.
Ah iya, jangan salah lho di dalamnya juga termuat ilustrasi yang mewakili isi cerita. Walaupun penempatannya di tengah-tengah halaman, tapi itu tetap kece kok, ditambah ilustrasinya ala-ala pastel gitu, hihi.
Judul: Do Rio Com Amor
Penulis: Ifnur Hikmah
Penerbit: teen@noura
Tebal: 273 halaman
Rating: ★★★★★
Harga: Rp. 49.000,-
---
Lola Intania adalah salah satu orang yang beruntung menjadi pemenang kompetisi fashion trip dari Fab.com. Makanya, dia memilih Arletta Wijaya sebagai fashion ambassador yang akan menemaninya, karena yakin Letta akan memilih London sebagai pilihan trip. Sayangnya, harapan Lola gagal, karena ternyata Letta malah memilih destinasi ke Rio de Janeiro, Brazil.
It’s okay to have a dream. And fight for it. (hal. 202)Di Rio, Lola merasa semuanya sia-sia. Ia tidak terlalu banyak mengetahui mengenai Rio, makanya dia nggak terlalu excited dalam fashion trip-nya ini. Ditambah, Letta aslinya menyebalkan, lebih sering mengutak-atik smartphone-nya dibanding mengobrol dengan Lola. Beruntunglah, Lola berkenalan dengan Marlon Tavarez de Souza, seorang pemuda Brazilian yang ia temui pertama kali ketika sedang menyaksikannya mengamen dengan Lucas—kakaknya—di salah satu perempatan jalan.
Ingat Lola, cowok yang sudah kamu kenal sejak lama bisa saja menyakitimu, apalagi orang asing yang kamu kenal di negara orang. (hal. 136)Perkenalan dengan Marlon tidak cukup sampai disitu saja, dengan tidak sengaja Marlon bertemu dengan Lola di area hotel ketika Lola merasa sedang badmood akibat ulah Letta. Hingga akhirnya, Marlon menawarkan diri menjadi tour guide-tidak resmi Lola dalam trip-nya ini. Tentu saja Lola mau, selain karena gratis, Marlon juga mempunyai penampilan yang tampan untuk ukuran seorang Brazilian.
I believe in fashion, but now I believe in costume. Fashion bisa membuat kita terlihat berbeda, tetapi kita tetaplah pribadi yang sama. But costume is not like that. Kostum benar-benar membuat seseorang terlihat sangat berbeda dengan dirinya yang sebenarnya. (hal. 116)
“Kostum enggak hanya tentang enak dilihat, tapi juga harus aman dan nyaman dipakai. Bukankah fashion seperti itu?” (hal. 117)Ada banyak tempat yang dikunjungi keduanya, selain tujuan utamanya adalah Rio Carnival, Marlon mengajak Lola ke tempat-tempat yang belum diketahui Lola, seperti Biblioteca Nacional do Brasil, Teatro Municipal, Salgueiro, Pantai Ipanema, Lapa, Sambodromo, Cinelândia, Pantai Copacabana, dan tempat khas Brazil lainnya. Tapi ternyata, Letta mengatakan kalau Lola terjebak holiday fling.
Ipanema Beach u,u |
Biblioteca Nacional do Brasil, perpustakaannya errr...
|
“Kalau cinta berarti bersama selamanya, aku enggak percaya.” (hal. 247)Tidak, Lola tidak yakin dan tidak percaya kalau ia benar-benar terjebak dalam holiday fling. Menurutnya, kedekatakan dengan Marlon hanya karena Marlon sering mengajaknya ke tempat-tempat menarik di Rio, ditambah Lola merasa nyaman berada dengan Marlon karena ia bisa bercerita banyak hal pada Marlon, khususnya tentang fashion dan mimpinya menjadi fashion designer. Begitu pula dengan Marlon, selain karena keduanya sama-sama menyukai lagu Wonderwall dari OASIS, Marlon juga sering menanggapi cerita Lola dengan menceritakan mimpinya tentang musik dan harapannya untuk menjadi musisi seperti Noel Gallagher dan tampil di Glastonbury.
Rasanya nyaman bercerita tentang diriku kepada orang yang bernasib sama. Aku didengarkan dan aku juga bisa mendengarkan ceritanya. It’s priceless. (hal. 145)Lalu, bagaimana ya kelanjutan ceritanya? Apakah Marlon dan Lola benar-benar terjebak holiday fling sementara atau benar-benar jatuh cinta? Bagaimana jadinya kalau mereka berpisah? Dan bagaimana dengan mimpi keduanya—Lola dengan fashion, dan Marlon dengan musik—akankah terwujud? Baca selengkapnya di Do Rio Com Amor.
***
Di tengah suasana ajang Piala Dunia Brazil 2014, aku tidak terlalu antusias menjalaninya. Kalaupun menonton, hanya menonton sekilas dan sekarang hanya cukup mendengar suara televisi yang sedang memutar tayangan berita dari pertandingan Argentina baru saja. Malah, aku lebih excited ketika untuk tahun ini juga, Brazil mengadakan karnaval besar di Rio de Janeiro, sama halnya dengan buku yang baru saja selesai aku baca.
“... I hate follower. Enggak punya jati diri. Bisanya hanya copycat saja. Enggak kreatif.” (hal. 50)Do Rio Com Amor menyajikan kisah perjalanan Lola yang mendapat kesempatan fashion trip bersama dengan artis idolanya, Arletta Wijaya. Nggak terlalu banyak hal yang dibahas di prolog ini, karena pasti Lola akan menang *yaiyalah, kalau nggak menang, mana mungkin jadi novel ini, keplak dirikuh*.
“Enggak semua yang keren di orang lain terlihat keren di tubuhmu. Just be yourself aja apa susahnya, sih?” (hal. 51)
“Kamu bisa belajar di mana saja, Lola, dan berpikirlah out of the box.” (hal. 57)
Penuturan yang ditulis Kak Iif disini santai dan mudah dipahami banget, khususnya mengenai penuturan fashion yang sama sekali nggak aku pahami. Paling tidak, aku mengerti bahwa yang diuraikan adalah tentang scarf, sepatu, atau mungkin baju, yaaa... nggak terlalu pusing lah karena istilah fashion yang digunakan juga cukup familiar di kalangan remaja sekarang.
“Karena, Lola, cinta itu rumit. Apalagi jika diisi dengan keegoisan. Aku sudah menekan egoku, tapi dia enggak. Egonya mengatakan dia enggak akan bisa selamanya di sisiku karena di seperti sekarang, bebas.” (hal. 233)Cerita nggak hanya berpusat tentang Lola-Marlon, tapi juga tentang Letta-Fabian yang menurutku nggak sekadar hanya tempelan semata. Kisah Letta-Fabian ini nyatanya malah memberi pengaruh kepada kisah ceritanya Lola-Marlon. Ya... semacam bahwa Letta sudah mengalami asam garam kehidupan dan mengajarkannya pada Lola.
“Because I think my life is just like walking in a runway.” “Aku sudah sampai di satu titik di mana aku tidak bisa berbuat apa-apa selain melihat ke belakang. Kamu tahu kan runway seperti apa? Begitu sampai di ujung runway, kita enggak bisa kemana-mana. Kita diharuskan untuk berputar. Kembali ke belakang. And that’s my life.” (hal. 218)Satu lagi yang aku suka adalah, kosakata yang ada bikin aku tambah semangat karena secara tidak langsung ikut mempelajari juga bahasa Portugis. Contohnya, obrigado untuk terimakasih, tudo bem untuk baiklah, seja bim untuk terimakasih kembali, sem problemas untuk tidak masalah. Juga, bahasa Portugis untuk angka 1-10, um, dois, três, quatro, cinco, seis, sete, oito, nove, dan dez.
Ah iya, jangan salah lho di dalamnya juga termuat ilustrasi yang mewakili isi cerita. Walaupun penempatannya di tengah-tengah halaman, tapi itu tetap kece kok, ditambah ilustrasinya ala-ala pastel gitu, hihi.
Mungkin ini namanya cinta. Dan, cinta itu rumit seperti kostum karnaval. Juga berjarak seperti bagian dalam mobil. Karena seperti itulah yang kurasakan sekarang. Rumit dan berjarak. (hal. 249)
No comments:
Post a Comment
Review di a, Greedy Bibliophile adalah pendapat suka-suka yang sifatnya subjektif dari si empunya blog. Aku berusaha jujur, karena barang siapa jujur sesungguhnya dia masih hidup.
Aku nggak pernah memaksa kamu untuk setuju dengan pendapatku sendiri. Jangan sebel, jangan kesel, kecuali kamu mau itu menjadi beban besar yang berat ditanggung.
Boleh komentar, boleh curhat, boleh baper, tapi jangan promosi jualan obat atau agen judi bola. Tulis dengan bahasa manusia yang sopan dan mudah dimengerti ya.
Terima kasih sudah berkunjung, semoga ada cerita yang bermanfaat, jangan lupa kuenya boleh dibawa. Asal tulisan aku jangan dicomot seenak udelmu.
tertanda,
yang punya cerita