Judul: Sabtu Bersama Bapak
Penulis: Adhitya Mulya
Penerbit: GagasMedia
Penyunting: Resita Wahyu Febiratri
Proofreader: Yuke Ratna P. & Mita M. Supardi
Desainer sampul: Jeffri Fernando
Penata letak: Landi A. Handwiko
Tebal: 278 halaman
Terbit: 2014 (Cetakan Kelima)
Rating: ★★★★☆
---
Sabtu Bersama Bapak bercerita tentang keluarga Garnida. Pak Gunawan, seorang suami sekaligus ayah yang meninggalkan banyak rekaman video untuk anak-anaknya yang kelak akan tumbuh besar. Ditemani sang istri, Ibu Itje, ia menyiapkan nasihat dan petuah melalui cara yang tidak biasa. Semua dilakukannya untuk Satya dan Cakra (alias Saka) agar mereka siap menjalani kehidupan sebagai seorang ‘lelaki’ meski tak ada lagi sosok ayah yang menemani.
"Sulung dipaksa menjadi dewasa hanya karena kodrat mereka sulung, itu... Kakang nggak setuju." — "Seorang anak, tidak wajib menjadi baik atau pintar hanya karena dia sulung. Nanti yang sulung benci sama takdirnya dan si bungsu tidak belajar tanggung jawab dengan cara yang sama. Semua anak wajib menjadi baik dan pintar karena memang itu yang sebaiknya semua manusia lakukan." (hal. 105)
"Menjadi panutan bukan tugas anak sulung—kepada adik-adiknya. Menjadi panutan adalah tugas orangtua—untuk semua anak." (hal. 106)
Satya adalah si sulung yang sudah berkeluarga, beristri satu dan dikaruniai tiga orang anak. Meskipun penampilannya rupawan, hal itu tidak disertai dengan sikapnya. Satya adalah suami sekaligus ayah yang terlalu temperamen bahkan untuk hal-hal kecil pada ketiga anaknya. Hal itulah yang membuat istrinya, Rissa sempat meminta Satya untuk jangan pulang sebelum ia bisa memperbaiki dirinya sendiri.
"Ka, istri yang baik gak akan keberatan diajak melarat." — "Iya, sih. Tapi Mah, suami yang baik tidak akan tega mengajak istrinya untuk melarat." (hal. 17)
Lain lagi dengan Cakra, si bungsu ini tidak memiliki wajah yang begitu tampan seperti kakaknya, tapi kehidupan mapannya sudah cukup layak bagi Saka untuk bisa meminang seorang perempuan. Nggak heran deh kenapa teman-teman di kantornya lebih sering mengejeknya lewat chat room hanya karena dia jomblo.
Dia percaya bahwa manusia ditempatkan di dunia untuk membuat dunia ini lebih baik untuk sebagian orang lain. Jika pun seseorang sudah berguna bagi 1-2 orang, orang itu sudah membuat dunia ini jadi tempat yang lebih baik. (hal. 30)
Meski keberadaan sang Bapak tidak nyata, selalu ada waktu di Sabtu sore yang mereka sisihkan untuk menonton video-video yang direkam Bapak melalui handy-cam. Dari video-video itulah, Satya dan Cakra belajar bagaimana bertanggung jawab, bermimpi, dan menjalani kehidupan sebaik yang mereka bisa.
Pesan yang disampaikan oleh Pak Gunawan benar-benar sarat makna untuk kedua anaknya, dan termasuk Ibu Itje sendiri. Sebagai janda yang ditinggal suami, ia selalu berusaha untuk mengikuti nasihat suaminya agar jangan sampai menyusahkan orang lain. Benar-benar future oriented yang menyiapkan segala sesuatunya dengan matang.
Jika ingin menilai seseorang, jangan nilai dia dari bagaimana dia berinteraksi dengan kita, karena itu bisa saja tertutup topeng. Tapi nilai dia dari bagaimana orang itu berinteraksi dengan orang-orang yang dia sayang. (hal. 35-36)
Kisah Ibu Itje dengan kedua anaknya, Satya dengan istri dan ketiga anaknya, dan Cakra dengan calon pasangannya yang ternyata cukup mengejutkan. Semua dibahas dalam buku ini dan membuatku ikut mendapat bimbingan dari keluarga Garnida.
"Orangtua, selalu ingin memberikan contoh kesuksesannya. Kebanyakan, malu untuk memberikan contoh kegagalan sendiri. Dan mereka terdiam membiarkan anak-anaknya terperangkap di kesalahan yang sama." (hal. 49-50)
Aku nggak akan membicarakan alur, karena toh dari awal sampai akhir aku terlalu menghayati isi ceritanya, benar-benar punya suasana damai bahkan sejak cerita dimulai. Sesekali merasa terharu, berkaca-kaca, dan ikut menangis..., tapi sayangnya malah lebih banyak tersenyum dan tertawa berkat ulah dari teman-teman kantor Cakra.
...bahwa meminta maaf ketika salah adalah wujud dari banyak hal. Wujud dari sadar bahwa seseorang cukup mawas bahwa dia salah. Wujud dari kemenangan dia melawan arogansi. Wujud dari penghargaan dia kepad aorang yang dimintakan maaf. Tidak meminta maaf membuat seseorang terlihat bodoh dan arogan. (hal. 80)
"Berapa kali kamu jatuh itu gak penting. Yang penting berapa kali kamu bangkit lagi." (hal. 130)
Senang sekali bisa membaca buku yang punya bimbingan positif bagi pembacanya. Baik perempuan maupun laki-laki, nggak akan pernah salah membaca buku ini. Kamu akan dapat banyak pelajaran dari keluarga Garnida.
"Kalo bukan kamu yang ngehargain diri kamu, gak akan ada yang ngehargain kamu." (hal. 178)
By the way, aku menunggu filmnya tayang dong!
"Prestasi akademis itu gak penting. Yang penting itu attitude." — "Kemudian mereka akan berkata, yang penting dari membangun karier adalah perilaku kita. Kemampuan kita berbicara, berinteraksi, bla bla bla." — "Mereka benar bahwa semua ini tidak ada sekolahnya. Tapi yang mereka salah adalah bilang bahwa prestasi akademis itu gak penting. Attitude baik kalian tidak akan terlihat oleh perusahaan karena mereka sudah akan membuang lamaran kerja kalian jika prestasi buruk. Prestasi akademis yang baik bukan segalanya. Tapi memang membukakan lebih banyak pintu, untuk memperlihatkan kualitas kita yang lain." (hal. 51)
Beberapa orang dapat mengubah dunia dengan mimpi mereka. — Mimpi hanya baik jika kita melakukan planning untuk merealisasikan mimpi itu. Jika tidak, kalian hanya akan buang waktu. (hal. 150)
Tertarik sama buku ini >,< ceritanya sepertimya bagus dan banyak hal yang bisa kita tarik hikmahnya. Fix harus punya pokoknya, apalagi mau difilmkan huhu. KakCipa, aku juga mau baca ini >,<
ReplyDeleteBanget! Yuk yuk dibaca, keburu nanti filmnya tayang :D
Deleteiya quotable banget kak novelnya ^_^
ReplyDeleteSetuju!
DeleteDari kemarin saya penasaran sama buku ini. Dicari k IBF tpi nggak dapat... semoga besok k Gramedia ketemu dietalase.
ReplyDeleteKalau nggak, kamu bisa cari di toko buku online :)
Delete