Bangkok: The Journal by Moemoe Rizal

Sunday, June 15, 2014

“Aku hanya... senang melakukannya. Bisa melakukan sesuatu untuk orang banyak. Bisa membantu beberapa orang menemukan kebahagiaannya.” (hal. 139)

Judul: Bangkok: The Journal
Penulis: Moemoe Rizal
Penerbit: GagasMedia
Tebal: 436 halaman
Rating: ★★★★
Harga: Rp. 57.000,-

---

Edvan Wahyudi adalah seorang arsitek muda yang baru saja menyelesaikan proyek gedung berlantai 88 di Singapura. Selama 10 tahun, ia sudah meninggalkan kampung halamannya—Bandung, beserta keluarganya. Namun, saat ia sedang merayakan keberhasilannya, tiba-tiba saja ada sebuah pesan singkat dari nomor yang tidak dikenal, yang mengabarkan bahwa ibunya meninggal di hari itu.

Aku nggak suka konsep Ibu tentang menjadi diri sendiri. Manusia nggak pernah bisa diterima di dunia kalau menjadi diri sendiri. Lihat saja kasus-kasusnya. Adakah manusia yang bebas dari cemoohan saat menjadi diri sendiri? (hal. 26)
Harusnya Ibu lebih dewasa dengan mengajarkan anak-anaknya, “Dunia ini keras. Jadilah seseorang yang dibutuhkan dunia.” (hal. 26)
Kebenciannya terhadap keluarga tidak serta-merta membuat Edvan tidak menghadiri pemakaman ibunya. Sayangnya, saat Edvan pulang, ia tidak bisa berjumpa dengan ibunya untuk yang terakhir kalinya, hanya Edvin-lah satu-satunya anggota keluarga yang tersisa. Edvin meminta Edvan untuk bertemu dengannya di sebuah kafe, namun tak disangka, Edvan malah bertemu dengan seorang perempuan cantik yang mengingatkannya pada sosok Ibu, ya dialah Edvina, adik Edvan yang dulunya adalah seseorang laki-laki, kini berubah total terlihat seperti perempuan tulen, sebut saja dia waria atau transgender.

“Awal-awalnya, semua keluargaku terkejut. Tapi tidak apa-apa, aku sudah menduganya. Makin lama semua orang bisa menerimanya. Karena apa, Sayang? Karena ketika aku menjadi diri sendiri, aku bisa jadi orang yang berguna.” (hal. 128)
“Kau tak perlu menerima kehadiran mereka,” lanjut wanita itu lagi. “Tapi biarkan mereka hadir karena kita tak bisa menghakimi apa yang mereka lakukan. Buatku, waria seperti anakku yang sering menghormati aku, jauh lebih baik dibanding laki-laki jantan yang berdosa terhadap ibunya sendiri. Harusnya manusia dinilai dari apa yang dia lakukan pada orang lain, bukan pada dirinya sendiri semata.” (hal. 297)
Pertemuan yang mengejutkan itu tidak terlalu membahas banyak hal, pada intinya Edvin menyerahkan sebuah kalender yang berisi catatan jurnal. Itu adalah milik ibu mereka, Artika. Artika mempunyai tujuh kalender di bulan yang berbeda pada tahun 1980 yang ia berikan pada beberapa orang yang ditemuinya di Bangkok, Thailand. Kini, tugas Edvan hanyalah berusaha untuk menemukan keenam jurnal lainnya sebagai bentuk permintaan Ibu untuk yang terakhir kalinya, Edvan pun menyetujui, dan perjalanan mencari jurnal pun dimulai.

“Aku yakin karena Ibu,” kataku. “Aku melakukan ini untuk ibuku. Semustahil apa pun hasilnya, sekonyol apa pun nantinya. Ini hanya permintaan kecil Ibu yang ingin sekali kupenuhi.” (hal. 105)
Akhirnya, mereka berdua pergi ke Bangkok bersama-sama—tentunya dengan tujuan yang berbeda. Edvin pergi ke Bangkok dalam rangka mengikuti kontes Miss International Queen, sedangkan Edvan ia berpetualang untuk menemukan jurnal-jurnal ibunya. Ditemani oleh seorang gadis Thailand bernama Chananporn Watcharatrakul—sebut saja Charm—yang dikenalkan oleh seorang flight attendant yang Edvan temui saat di pesawat menuju Bangkok bernama Leila.

“Hidup ini indah, Khun, sebenarnya. Kalau aku punya kesempatan lebih, aku ingin menikmati dunia ini sambil menciptakan kenangan indah untuk orang-orang di sekitarku.” (hal. 284)
Menemukan jurnal-jurnal di tahun 1980 tidak semudah yang dibayangkan, Bangkok terlalu luas untuk sekadar menemukan jurnal yang belum tentu ada—bisa saja kan hilang karena si pemilik tidak menjaganya dengan baik, atau bahkan hilang akibat bencana yang melanda Bangkok di tahun 2011. Namun, berhasilkah Edvan menemukan keenam jurnal milik ibunya itu? Bagaimana perjalanannya dengan Charm si gadis Thailand tersebut? Baca selengkapnya di Bangkok: The Journal.

***

Nggak disangka, ternyata aku menamatkan buku ini tidak sesuai dengan prediksiku sebelumnya, cukup satu malam dan setengah hari untuk membaca habis semuanya (apa ini sebuah prestasi?)

Ya, nggak banyak yang harus diungkapkan sebenarnya. Aku salut sama Kak Moemoe yang mengambil cerita di luar ekspetasi sebelumnya. Aku pikir, awalnya hanya sekadar perjalanan biasa di Bangkok yang menjadikan si tokoh saling bertemu, dan seterusnya. Tidak, ada banyak hal yang menjadi fokus utama dalam cerita ini.

You scar makes you unique. It makes you more valuable than the rest of people with no scar. It’s God way to say, ‘You’re my favorite. I make you different so I can always see you wherever you are’.’ (hal. 163)
Betapa Ibu membiarkan seseorang tetap menjadi dirinya sendiri bahkan saat dia berwajah jelek. Benar-benar jelek. Ibu tak perlu tahu masa lalu orang jelek tersebut untuk meyakinkannya bahwa dia tetap spesial. (hal. 168)
Aku menyadari bahwa rupa buruk seseorang tidak akan menyembunyikan baik hatinya. (hal. 415)
Perjalanan Edvan ini telah membuka cara pandangku terhadap banyak hal—yang dibahas dalam cerita khususnya. Tentang bagaimana dapat menerima orang lain dengan bagaimanapun keadaannya, tentang kasih seorang ibu yang bahkan baru disadari saat telah tiada, tentang cinta yang harus menjadi diri sendiri, dan—tentunya—tentang perjalanan ini. Bukan hasil apa yang akan didapat, tapi lebih dari semua itu, tentang bagaimana perjalanan ini dimulai dan dilakukan, dan cerita hingga pengalaman yang didapatkan yang tentu berbeda jika seandainya kita tak berani untuk memulai perjalanan itu sedari awal.

“Kamu nggak bisa nentuin kebahagiaanku di masa depan. Kalau aku bilang kamulah kebahagiaanku, maka TITIK. Kamulah kebahagiaanku.” (hal. 253)
“Aku nggak milih untuk cinta dia. Tiba-tiba aja, aku tahu kalo dia kunci yang tepat untukku. Kayak kalau kita nyoba masukkin kunci ke banyak lubang pintu, waktu terdengar bunyi krek dan kunci itu pas masuk, rasanya kayak gitu.” (hal. 259)
Ah iya, sedikit pendapat saja, dalam bukunya ada banyak tentang pendeskripsian tentang tempat-tempat di Bangkok, seperti Siam Paragon Mall, Thanon Phloencit, Chao Phraya, Suvarnabhumi International Airport, dan masih banyak lagi. Tahu nggak, setidaknya itu bisa memberikan gambaran sedikit banyak bagaimana Bangkok saat ini. Paling tidak, aku bisa membayangkannya semoga suatu saat hari bisa kesana. Amin. Senang juga bisa mempelajari kosakata-kosakata baru dalam bahasa Thailand, seperti chai untuk iya, mai chai untuk tidak, mai pen rai untuk tidak apa-apa, kòrp kun kâ untuk terimakasih, sáwátde kâ untuk halo (kalau yang ini aku udah tahu dari nonton filmnya Mario Maurer, 5555), dan 55555 yang berarti hahahaha :D Lucu juga ada nama karakter Phii Shone dan Phii Top, jadi mengingatkan sama film A Little Thing Called Love yang dibintangi Mario Maurer, Nam-nya aja yang nggak ada, 555555.

“Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi. Aku hanya melakukan yang terbaik,” (hal. 314)
Be yourself is key to love. Be someone not yourself is lying to love. If you get love from the girl, and you not yourself, you are lying to yourself. (hal. 336)
Novel yang recommended, dan semoga aku bisa membaca seri STPC yang lain, kòrp kun buat Teh Dyah yang mau-maunya minjemin buku bertanda-tangan Kak Moemoe ini. Semoga bisa membaca karya Moemoe Rizal yang lainnya :)

“... Kata Pa, hidup cuma satu kali. Láeo ngai? So what? Lakukan apa yang ingin dilakukan. Penyesalan itu hal negatif. Stay away aja. Kalau ada hal yang aku salah lakukan, atau tidak lakukan, láeo ngai? Waktu sudah berlalu. Biarkan saja penyesalan jadi kenangan. Penyesalan bukan untuk dinikmati.” (hal. 323)

No comments:

Post a Comment

Review di a, Greedy Bibliophile adalah pendapat suka-suka yang sifatnya subjektif dari si empunya blog. Aku berusaha jujur, karena barang siapa jujur sesungguhnya dia masih hidup.

Aku nggak pernah memaksa kamu untuk setuju dengan pendapatku sendiri. Jangan sebel, jangan kesel, kecuali kamu mau itu menjadi beban besar yang berat ditanggung.

Boleh komentar, boleh curhat, boleh baper, tapi jangan promosi jualan obat atau agen judi bola. Tulis dengan bahasa manusia yang sopan dan mudah dimengerti ya.

Terima kasih sudah berkunjung, semoga ada cerita yang bermanfaat, jangan lupa kuenya boleh dibawa. Asal tulisan aku jangan dicomot seenak udelmu.

tertanda,

yang punya cerita

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
a book blog by @asysyifaahs