Orang-Orang Tanah by Poppy D. Chusfani

Sunday, June 15, 2014

Aku di sini. Berceritalah tentangku. Aku di sini. (hal. 56) 

Judul: Orang-Orang Tanah
Penulis: Poppy D. Chusfani
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 200 halaman
Rating: ★
Harga: Rp. 42.000,-

---

Orang-Orang Tanah terdiri dari sembilan cerita pendek yang masing-masing bercerita tentang kefanaan, perjuangan, dan pembalasan dendam. Ada Jendela, Pelarian, Pondok Paling Ujung, Bulan Merah, Dewa Kematian, Pintu Kembali, Lelaki Tua dan Tikus, Sang Penyihir, dan Orang-Orang Tanah.

Masing-masing ceritanya mempunyai masalah berbeda, dengan karakter tokohnya adalah seorang anak, atau bahkan ‘aku’ dari Mbak Poppy itu sendiri—sebagai seorang penulis. Dalam Jendela, tidak hanya menceritakan tentang perjuangan seorang ibu, tapi juga dengan bagaimana pengorbanan seorang anak untuk menyelamatkan ibunya. Harapan seorang anak tidak terlalu besar, hanya ingin menikmati makanan yang menyenangkan.


“Aku dipenjara, Lara! Aku diawasi terus-menerus. Aku diancam jika berusaha melarikan diri, aku akan dipenggal. Kemudian kau ternyata menjadi seperti ayahmu. Ancaman datang lagi...” (hal. 41)
Dalam Pelarian, bercerita tentang seorang Lara yang harus dihadapkan pada pilihan yang sulit, ketika harus memilih orang yang akan dibelanya—seorang Ratu yang memberinya kehidupan ataukah ibunya yang mengungkapkan sebuah rahasia yang membuat pilihan itu makin sulit. Pondok Paling Ujung seolah bercerita bagaimana kehidupan penulis itu sendiri—dengan sedikit tambahan fantasi, tentu saja—hingga akhirnya ia tidak menyadari bahwa pondok itu banyak memberinya inspirasi yang tak terduga.

Aku adalah malam. Aku adalah kegelapan. Aku menyatu dengan bayangan. (hal. 69)
Bulan Merah menyuguhkan sesuatu yang bisa kita kaitkan dengan cerita The Twilight. Seorang anak bercerita bahwa kehidupan tidak lama lagi akan hancur, ia merasakannya karena hanya hewan dan makhluk setengah hewan lah yang dapat merasakan hal itu, tapi kali ini semua kehidupan akan benar-benar hancur, tak bersisa.


Aku tahu ke mana harus melangkah. Mata tunggal malam hari menarikku, bayang-bayang menuntunku, seakan mengulurkan tali yang membelit tubuhku, menarik dan menarik dan membuatku tidak mampu berpaling darinya. (hal. 70)
Di cerita terakhir, Orang-Orang Tanah memberikan kita cerita tentang sekejam-kejamnya seorang ibu tiri. Sang anak tidak meminta lebih, ia hanya ingin mendapatkan perhatian dari ayahnya melebihi perhatian Ayah kepada sang ibu tiri. Hingga, suatu kekuatan di dekat akar pohon itu dapat mewujudkan keinginannya selama ini.
***

Huft, untuk kali ini aku kurang punya antusias untuk buku ini—atau malah buku ini yang membuat aku kurang antusias? Nggak tau kenapa, rasanya kurang mood.


“Jika manusia menjauhkan diri dari godaan, manusia akan terbebas dari dosa,” (hal. 80)
Cover-nya mengilustrasikan tentang seorang anak bergaun merah yang membawa keranjang dengan dua buah apel di tanah. Satu yang menarik adalah, mata di dalam pohon itu yang akan membuat kita salah berpikir bahwa ini buku anak. Iya, aku salah satu diantaranya, aku pikir buku ini akan menceritakan tentang seorang anak—atau paling tidak dengan kesedihan yang dirasakannya, lebih dari itu ternyata aku salah lagi.

“Maksudku, jika dilihat dari puncak segalanya, seluruh dunia bagaikan terbentang hanya untuk dirimu sendiri. Segalanya berada di kakimu. Kau hanya perlu melangkah untuk menghancurkan sesuatu, atau meraih untuk menyelamatkannya.” (hal. 93)
Ada empat cerita yang membuat aku kurang sanggup menamatkan buku ini. Cerita Dewa Kematian sepertinya membuat mood jadi kurang baik, makanya langsung baca bagian Orang-Orang Tanah—mengingat judul ini diambil menjadi judul buku. Tapi, aku pikir ini hanya pandangan aku, mungkin setelah kamu membacanya akan merasakan situasi yang lainnya. Baca selengkapnya di Orang-Orang Tanah, dan berhati-hatilah orang-orang tanah ada di sekelilingmu.

“Hampir semua orang menginginkanmu, atau kaulah yang menginginkan semua orang?” (hal. 96)

No comments:

Post a Comment

Review di a, Greedy Bibliophile adalah pendapat suka-suka yang sifatnya subjektif dari si empunya blog. Aku berusaha jujur, karena barang siapa jujur sesungguhnya dia masih hidup.

Aku nggak pernah memaksa kamu untuk setuju dengan pendapatku sendiri. Jangan sebel, jangan kesel, kecuali kamu mau itu menjadi beban besar yang berat ditanggung.

Boleh komentar, boleh curhat, boleh baper, tapi jangan promosi jualan obat atau agen judi bola. Tulis dengan bahasa manusia yang sopan dan mudah dimengerti ya.

Terima kasih sudah berkunjung, semoga ada cerita yang bermanfaat, jangan lupa kuenya boleh dibawa. Asal tulisan aku jangan dicomot seenak udelmu.

tertanda,

yang punya cerita

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
a book blog by @asysyifaahs