Penulis: Prisca Primasari
Penerbit: GagasMedia
Tebal: 296 halaman
Rating: ★★★★★
---
Ditinggal pergi oleh pasangan yang dicintai tentu sangatlah
menyakitkan, belum lagi kalau ditiggal pergi untuk selamanya dan ia tak akan
pernah kembali. Begitupun halnya yang dirasakan Yanuar Adhyaksa, seorang suami yang ditinggalkan
Esther Ariana—istrinya—untuk selama-lamanya. Ia bersama dua buah hatinya, Hafsha dan
Feru harus berjuang melalui hidup tanpa seorang istri dan ibu bagi kedua
anaknya di sampingnya.
Ada hal yang disesalkan Yanuar ketika ditinggal pergi
Esther, ia menyesal karena dulu waktunya lebih banyak untuk mengurusi
pekerjaannya sebagai seorang manajer di Ebony & Ivory. Kini, setelah
Esther tiada, ia baru menyadari akan keberadaan anak-anaknya yang ternyata
lebih membutuhkannya.
Mengapa selalu harus ada yang dikorbankan, atau berkorban, agar seseorang menyadari betapa berharga hal-hal yang mereka miliki...? (hal. 151)
Pekerjaan menuntut Yanuar untuk selalu siap kapan saja, tak
jarang harus mengorbankan waktunya bersama Hafsha dan Feru. Namun, sepeninggal
Esther, lambat-laun Yanuar mulai mengurangi aktivitas kerjanya dan berusaha
untuk pulang dengan tepat waktu. Tak jarang, Wira—adik Yanuar—untuk terus
mengingatkannya bahwa ia tetaplah seorang ayah.
“Makin lama kita makin tua, Yan. Makin merasa kesepian. Anak-anakmu akan dewasa dan suatu saat akan ninggalin kamu. Jadi, habiskan waktu sebanyak mungkin dengan mereka selagi bisa.” (hal. 91)
Dari E&I, Yanuar bertemu dengan Lieselotte Larasati, seseorang yang baru saja direkrut CEO E&I untuk
mendesain karya baru yang akan ditampilkan dalam pameran mendatang di
perusahaannya itu. Lotte punya kepribadian yang selfish dan lebih suka melakukannya semuanya sendiri, tentu ini
tidak terjadi dengan begitu saja, ada alasan mengapa Lotte bisa berubah
demikian.
“... Kamu punya wibawa, ketegasan, kemampuan. Tapi, tanpa komunikasi, semua itu tidak ada artinya.” (hal. 85)
Walaupun cenderung bersikap egois terhadap rekan kerjanya,
dengan mudahnya Lotte akrab dengan kedua anak Yanuar. Beberapa kali, Yanuar
merasakan hal aneh ketika bertemu dengan Lotte. Benarkah ia merasa jatuh cinta
lagi terhadap perempuan? Bagaimana kenangannya bersama Esther setelah ia tiada?
Akankah sosok Lotte menggantikan posisi Esther sebagai Mama dari Hafsha dan
Feru? Baca selengkapnya di Priceless
Moment.
Orang-orang toh datang dan pergi, sering kali akibat kejenuhan atau mempunyai mimpi yang tidak bisa mereka capai hanya dengan duduk di kubikel setiap hari. (hal. 181)
***
Priceless.
Benar-benar priceless dan
menakjubkan. Bukan saja tentang kisah cinta antar tokoh, kehadiran suasana
kasih sayang dari ayah ke anak membuat buku ini menjadi benar-benar manis dan sweet. Once again, Kak Prisca bisa membuat aku hanyut dalam ceritanya.
Aku memang tidak pernah bisa menjadi seorang suami ataupun
ayah, dan tidak akan pernah bisa. Tapi aku tahu bagaimana rasanya menjadi
seorang anak. Ya, kisah Yanuar ini betapa mengingatkan kita bahwa ternyata kita
tidak bisa menganggap remeh perjuangan seorang ayah. Walaupun perjuangan ibu
tentu lebih besar, tapi kalau tanpa ayah, kita tak akan berada di sini bukan?
Setelah kematian Esther karena kecelakaan, Yanuar seolah
ditampar dan baru sadar akan siapa dirinya sebenarnya. Kadang, kita memang
butuh orang lain dan sedikit mengorbankan sesuatu untuk menyadari siapa kita
sebenarnya. Dan begitulah, ia baru memahami semuanya setelah Esther tiada.
Bagaimana jadinya kalau bukan seperti ini, tentu buku ini juga nggak pernah
ada.
Pilihan pasti selalu ada, bagaimana menentukannya kembali
pada prinsip masing-masing. Yanuar yang masih menyayangi istrinya pun tidak
begitu saja luluh pada cinta yang lewat begitu saja. Kadang, ia masih tidak
yakin akan perasaannya.
Jangan selalu bergantung kepada orang lain. Manusia begitu rapuh. Tak selalu ada yang bersedia membantumu. (hal. 23)“Benar. Jangan remehkan kemungkinan, sekalipun perbandingannya satu berbanding seribu.” (hal. 103)Pintu hati manusia bagaikan piñata, yang begitu diketuk dan terbuka lebar-lebar, darinya muncul pernak-pernik manis layaknya permen beraneka rasa. (hal. 157)“Selama masih mempunyai kenangan, saya tidak akan kesepian,” (hal. 239)“Banyak orang yang merasa cukup memiliki kenangan. Menurut saya, itu bodoh. Kenangan cuma flesh and blood, nggak bisa diapa-apain. Manusia butuh berwujud lagi.” (hal. 239)
by.asysyifaahs(◕‿◕✿)