“Yah, kadang kenangan manis memang hanya mengerucut ke satu
bagian.” (hal. 30)
Penulis: Prisca Primasari
Penerbit: Grasindo
Tebal: 203 halaman
Rating: ★★★★
---
Rachel Yumeko River
merasa putus asa dan kecewa terhadap Sekai Publishing, bagaimana tidak karena
ia telah dipecat sebagai editor penerbit tersebut hanya dikarenakan kesalahan
kecil. Ia melampiaskan kekesalannya dengan terus-menerus memecahkan gelas dan
terlalu mengeluh pada sahabat-sahabatnya—Mei, Cho, Akiko, dan Risa. Inilah yang
mengakibatkan keempat sahabatnya itu merasa jengah dengan kelakuan Rachel yang
merasa bahwa dirinyalah orang paling malang di dunia.
Tak pernah sekalipun dia bertanya, “Sahabat macam apa aku ini?” Tak pernah menyadari bahwa dia selalu ingin menerima, dikasihani, diperhatikan, dielu-elukan, menang, bahagia, tanpa ada keinginan untuk memberi. (hal. 8)“Kau selalu menyalahkan orang lain tanpa melihat dirimu sendiri, Rashieru-chan, kau tidak pernah menyadari kau tidak pernah menjadi sahabat yang baik.” (hal. 79)
Setelah menawarkan diri di penerbit lain, Rachel mencoba
menenangkan dirinya dengan masuk ke kafe Evergreen. Kafe yang tidak saja
memiliki penampilan yang unik, tapi juga memberi kesan hangat dan punya ciri
berbeda dibanding kafe lainnya. Pelayan-pelayannya pun ramah dan murah senyum,
serta yang lebih mengherankan lagi adalah ia tak perlu membayar untuk kunjungan
pertama kalinya itu. Benar-benar aneh!
“Pendapatku mengenai kenangan manis selalu berbeda dengan kalian,” — “Kalian ingin selalu mengingat kenangan manis, sedangkan aku malah ingin melupakan. Bahkan aku berharap kenangan itu tidak pernah ada. Dengan begitu, tidak ada yang perlu kutangisi.” (hal. 40)“Menurutku kenangan tidak perlu dibagi. Kalau dibagi, tidak akan terasa istimewa lagi,” (hal. 41)
Di sisi lain, Yuya
Fukushima—pemilik kafe Evergreen itu—memberikan kesempatan pada Rachel
untuk bekerja disana. Sekalipun Rachel menolak, Yuya-san terus saja memaksa dan berniat mengancam Rachel kalau ia tidak
mau bekerja. Setelah masuknya Rachel sebagai pegawai di kafe Evergreen, ada
banyak hal yang mengesankan untuk diketahuinya. Mulai dari, kisah Fumio dan adiknya Toshi yang saling menyayangi, kisah Gamma dengan ayahnya yang tinggal di negara lain, kisah Kari dengan teman kecilnya, dan masih
banyak hal mengejutkan lainnya yang pelan tapi pasti menyingkap rahasia
terhadap perubahan perilakunya selama ini. Apa saja yang dialami Rachel setelah
itu? Akankah dia berubah menjadi Riba-san
lainnya? Baca selengkapnya di Evergreen.
***
Buku Kak Prisca Primasari lagi. Aku sudah cukup bisa menebak akan seperti latar dan suasana
yang dibangun dalam cerita ini. Sepengalamanku dalam membaca buku karangannya
yang lain, aku selalu berpikir kalau Kak Prisca akan menambah dongeng, musik
klasik, dan pemaparan suasana yang seolah benar-benar nyata dialami.
Berbeda dengan buku sebelumnya yang lebih mengusung cerita
di wilayah Eropa, kali ini Kak Prisca mengajak kita mengenal Rashieru Riba
(nama Jepang untuk Rachel Yumeko River) dengan latar di Jepang. Tapi tetap
saja, unsur musik klasik dapat beberapa kali kita temukan dalam buku ini.
Awalnya greget sekali dengan karakter Rachel yang pengeluh,
tapi lama-kelamaan seolah ikut ditampar
juga bahwa tak jarang kita sering (atau setidaknya pernah) melakukan apa yang
Rachel rasakan. Rasa sedih, kecewa, marah, kesal, galau, sampai mungkin berniat
melakukan bunuh diri (jisatsu) hanya karena semua perasaan mengerikan itu.
“Kau hanya ingin menerima, kau ingin diperhatikan, disayangi, dipedulikan. Tak pernahkah kau menanyakan pada dirimu sendiri berapa banyak kau telah memberi? Berapa banyak yang telah kau lakukan untuk sahabat-sahabatmu?” (hal. 79)“Seringkali kau tidak menyadari betapa kau sangat membutuhkan sahabatmu,” — “Kau baru menyadarinya ketika mereka melupakanmu,” (hal. 83)
Konflik yang dibangun pun tidak hanya seputar masalah
percintaan, dalam Evergreen kita dapat membaca masalah-masalah hubungan
keluarga, adik-kakak, sampai kepada sahabat sendiri. Semua diulas dengan baik.
‘Begitulah Oyaji menyayangi kalian. Seperti empat musim. Jika yang satu berakhir, musim berikutnya akan meneruskan. Kalian tidak akan pernah bisa menghitung itu dengan matematika, tetapi dengan hati.’ (hal. 100)
Satu yang agak mengusik adalah jenis huruf dan ukuran yang digunakan dalam
buku ini agak nggak enak dibaca (bagi aku). Walaupun bukan pengguna kacamata
minus, rasanya cukup siwer juga saat membaca di malam hari karena ukurannya yang bisa dikatakan relatif kecil, walaupun untuk jenisnya lebih terasa 'manis'.
Tapi, secara keseluruhan masih tetap punya cita rasa ala Kak
Prisca. Nggak salah lagi, she’s one of my favorite author :D
“Sesuatu yang sulit sekali diberikan. Padahal dengan melakukan itu, berarti kita menyelamatkan hati kita sendiri. Pernahkah kau mendengar, bahwa ketika kau memaafkan seseorang, kau membuka lagi pintu rumah yang sebelumnya kau tutup rapat-rapat, yang telah membuat dirimu terperangkap dan kehabisan napas. Ketika kau memaafkan, kau pun bisa bernapas lagi. Dan hidup.” (hal. 118)
by.asysyifaahs(◕‿◕✿)
No comments:
Post a Comment
Review di a, Greedy Bibliophile adalah pendapat suka-suka yang sifatnya subjektif dari si empunya blog. Aku berusaha jujur, karena barang siapa jujur sesungguhnya dia masih hidup.
Aku nggak pernah memaksa kamu untuk setuju dengan pendapatku sendiri. Jangan sebel, jangan kesel, kecuali kamu mau itu menjadi beban besar yang berat ditanggung.
Boleh komentar, boleh curhat, boleh baper, tapi jangan promosi jualan obat atau agen judi bola. Tulis dengan bahasa manusia yang sopan dan mudah dimengerti ya.
Terima kasih sudah berkunjung, semoga ada cerita yang bermanfaat, jangan lupa kuenya boleh dibawa. Asal tulisan aku jangan dicomot seenak udelmu.
tertanda,
yang punya cerita