[REVIEW] Dimensi by Triani Retno A & Rassa Shienta A

Friday, August 15, 2014

Judul: Dimensi
Penulis: Triani Retno A. & Rassa Shienta A.
Penerbit: Elex Media Komputindo
Tebal: 195 halaman
Rating: ★★★★

---

Tuhan memiliki begitu banyak rahasia. Manusia hanya diberi sedikit ilmu untuk mempelajari dan mengungkapkan rahasia-rahasia itu, terutama tentang alam gaib. (hal. 146)

Hari itu, kelas XI IPS kedatangan murid baru bernama Zhafira Massawa. Siswi pindahan yang merupakan keturunan Arab-Palembang-Sunda ini terpaksa pindah mengikuti Abi-nya yang mendapat tugas baru di Kota Bandung. Bukan hal yang mudah bagi Zha—begitu panggilannya—untuk beradaptasi dari SMAN 16 Palembang ke SMAN 215 Bandung dengan berbagai hal yang berlawanan dengan kebiasaannya.

Namun, semua hal itu berubah ketika Zha berkenalan dengan Keira Luvena, makhluk paling bawel dan si tukang ngayal tingkat tinggi. Hari-hari Zha terasa lebih menyenangkan, dan ia tidak pernah sungkan lagi untuk berbagi cerita yang belum diketahui teman-temannya dulu kepada Keira.

Suatu saat, Keira merasa curiga terhadap perlakuan Zha, ia merasa ada yang aneh dengan temannya itu. Dibantu Aldiano Dewanto, teman laki-laki sekelasnya itu, akhirnya Keira tahu kalau Zha ternyata seorang indigo. Indigo intradimensional.

“Itu, kan, karunia, Zha. Pemberian Tuhan. Tidak seorang pun bisa menahan rahmat yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia. Begitu juga, tidak seorang pun dapat melepaskan apa saja yang ditahan oleh Allah,” (hal. 99)
Beberapa kali Zha harus merasakan berpindah dari satu dimensi ke dimensi lain. Ketika untuk pertama kalinya Keira dan Aldi mengetahui bahwa Zha pingsan, mereka merasa terkejut bahwa ternyata Zha pingsan karena ia sedang berintradimensi.

“... Hidup itu sederhana, Zha, tapi dengan bersyukur hidup akan jadi luar biasa. Dengan bersyukur kamu akan lebih bahagia dan hatimu akan jauh lebih tenang. Nggak semua orang bisa mendapatkan anugerah istimewa sepertimu,” — “... Jangan mengeluh. Keluhan itu bisa mengganda di otakmu dan akan membuat mentalmu semakin lemah. ...” (hal. 101)
Masa lalu, masa depan. Bukan hal yang aneh bagi seorang Zha jika ia harus pingsan dan melewati labirin waktu serta dibawa ke banyak tempat yang terkadang tidak ia ketahui. Dari sekian banyaknya tempat, sekolahnya sendiri-lah yang akhirnya membawanya pada sebuah misteri yang harus ia pecahkan. Dibantu Keira dan Aldi, Zha harus membantu seorang putri ningrat dari masa lalu, bagaimanakah perjalanan intradimensi Zha dan pertemuannya dengan Sekar Ayu? Apa yang harus Keira dan Aldi lakukan? Baca selengkapnya di DIMENSI.

***

Menyenangkan sekali, karena untuk pertama kalinya (lagi) bisa menuntaskan sebuah buku bacaan hanya dalam beberapa jam saja—dua jam sampai adzan Dzuhur hari Jumat berkumandang. Setelah sebelumnya berjuang mendapatkan buku ini dari penulisnya langsung, dan berjanji akan segera meresensinya dalam blog, akhirnya tunai sudah janji itu. Yeeee ^^v


Baiklah, kesan pertama yang aku tangkap dari cover buku, mungkin ini tentang cerita romance anak metropolitan. Namun, setelah membaca sedikit Thanks To dan hampir lupa membaca Sinopsis, ternyata buku ini bercerita tentang kisah anak indigo, Zha si indigo intradimensional. Wah, kayaknya lama nih belum baca buku yang bahas kayak gini, apalagi aku juga punya adik kelas yang (entah sekarang masih atau tidak) indigo juga, namanya Amira, kalau mau tahu :P

Kisah sebenarnya diawali dari cerita keseharian Keira dan adiknya, Keanu. Menceritakan juga tentang Maminya yang adalah seorang dosen di banyak universitas. Aku pikir, pada awalnya, mungkin si Keanu yang jadi anak indigo, tapi nggak ada tanda-tanda kalau dia yang bakal memerankan peran ini. Ah, tebakan Asyifa meleset jauh :(

Cerita kebanyakkan berlatar di sekolah, SMAN 215 Bandung. Hm, angka 215 udah kejauhan ya buat sekolah SMA di Bandung. Setauku untuk sekolah dengan label SMAN baru ada 20 apa 30 ya? Maaf kalau salah, bukan AKB, Anak Kota Bandung, hehe. Kalau dibaca dari latarnya, gedung sekolahnya, koridor, toilet, dan bahkan cat sekolah, aku pikir SMAN 215 ini wujud lain dari SMAN 5 Bandung. Iya nggak sih Mbak? *kalau salah, selain digebuk penulis, juga dihajar se-Belitung Timur, ealah*.

Ceritanya? Mengalir aja, benar-benar berjalan sebagaimana adanya. Kita juga bisa aja diajak jalan-jalan ke masa lalu dan masa depan yang mungkin di luar nalar, agak susah sih membayangkannya, apalagi cerita saat si Zha dibawa ke Kerajaan Pajajaran, duh x_x Akan tetapi..., masih ada beberapa hal yang mungkin bisa dijadikan saran, beberapa kali aku menemukan kata berbahasa lokal, selain atuh atau Neng, mungkin bisa dipastikan banyak orang tahu. Tapi, bagaimana ceritanya dengan ‘ngebanjur’ (hal. 18), aku sendiri kaget, ada kata nge-banjur yang mungkin saja pembaca buku Dimensi masih belum paham, kalau tidak pakai footnote ya ganti saja dengan kalimat Indonesia, disiram atau diguyur misalnya.

“Lagian apa asyiknya, sih, nonton bola? Bola cuma satu direbutin sama dua puluh dua orang gitu. Biasa kan ngantre, dong. Nunggu giliran, jangan rebutan gitu.” — “Tiru dong pemain bola bekel. Sabar mengantre sampai dapat giliran. Nggak main rebut dari lawan. Gimana kalau orang yang bolanya direbut ngerasa nggak rela? Wah, repot tuh urusannya, Nu. Dia bisa merasa teraniaya. Padahal, dosa orang teraniaya itu pasti dikabulkan oleh Allah. Bisa aja, kan, dia berdoa supaya lawan yang merebut bolanya itu kalah...” (hal. 2)
Tapi, tidak menutup kemungkinan selama membaca buku ini, kamu bisa tersenyum sendiri—saat membaca buku ya! Kelakuan-kelakuan aneh dari tiap tokohnya, terutama antara Aldi-Keira kadang bisa bikin ngakak, sekaligus iri, ah... harus dibaca deh. Anyway, entah kenapa ya banyak di antara keterangan dari tokoh-tokohnya dekat dengan kehidupan aku sendiri. Misal, nama ‘Luvena’ yang adalah juga nama belakang dari Kakak sepupu, beda dikit, sepupu aku nama belakangnya Luverina, doi nggak bawel kayak Keira kok. Terus nama belakang Aldi yang mengingatkan salah satu teman di Kota Bandung, Salman Dewanto, haha. Dan ya... terimakasih untuk ide penulis, baik Mbak Retno maupun Mbak Shienta yang telah berpikir memilihkan kelas untuk Sam, XI IPA 3, bangganya nama kelasku disebut, XI MIIA 3, karena MIIA adalah program IPA, sama saja. Terimakasih ya, kapan-kapan, bawa nama aku juga buat dijadikan nama tokoh *ngarep*.

by.asysyifaahs(◕‿◕✿)

6 comments:

  1. Kok banyak kebetulan gitu ya, Syifa? Aku nebaknya ada salah satu penulisnya yang indigo. Tapi Teh Enno ga kasih tau sebenernya sih. Jadi penasaran :P

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ah, mungkin seharusnya Mbak Eno bikin cerita tentang hidup aku aja kali ya? *lempar batu* Mungkin Mbak Shienta, tapi ah nggak tau, tadinya aku niat interview buat tanya-tanya, tapi...

      Delete
    2. @Ila: Hahaha.... ada yang penasaraaaaannnn :p.
      Emangnya yang di It's Not A Dream kerasa indigonya juga ya? :D

      Delete
  2. Btw, banjur itu udah diserap ke dalam bahasa Indonesia, lho. Bisa dicek di KBBI :) Artinya ya siram atau guyur :)

    Tentang koridor itu... saya pencinta koridor :D

    Makasih banyak resensinya, ya Syifa. Kapan2 kupinjem deh nama "Syifa". Tapi jangan menuntut royalti yaaa :D

    ReplyDelete
  3. Wihh kk ku rassa sudah terkenal ... salam ukhuwah islamiah

    ReplyDelete

Review di a, Greedy Bibliophile adalah pendapat suka-suka yang sifatnya subjektif dari si empunya blog. Aku berusaha jujur, karena barang siapa jujur sesungguhnya dia masih hidup.

Aku nggak pernah memaksa kamu untuk setuju dengan pendapatku sendiri. Jangan sebel, jangan kesel, kecuali kamu mau itu menjadi beban besar yang berat ditanggung.

Boleh komentar, boleh curhat, boleh baper, tapi jangan promosi jualan obat atau agen judi bola. Tulis dengan bahasa manusia yang sopan dan mudah dimengerti ya.

Terima kasih sudah berkunjung, semoga ada cerita yang bermanfaat, jangan lupa kuenya boleh dibawa. Asal tulisan aku jangan dicomot seenak udelmu.

tertanda,

yang punya cerita

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
a book blog by @asysyifaahs