[REVIEW] Sunyaruri by Risa Saraswati
Monday, August 18, 2014
Judul: Sunyaruri
Penulis: Risa Saraswati
Penerbit: Rak Buku
Tebal: 350 halaman
Rating: ★★★★
---
Sunyaruri, sebuah alam kesepian yang saat itu dirasakan Teh
Risa karena merasa kehilangan sahabat-sahabat terbaiknya. Entah apa yang
membuat Peter dan kawan-kawan mulai menghindar dari pertemuan dan percakapan
yang biasanya sering mereka lakukan. Mungkin, kisah dari Danur dan Maddah
membuat sahabat astral itu banyak dikenal orang, dikenal pembaca yang sama-sama
ingin tahu dan mengenal mereka lebih jauh, menanyakan banyak hal tentang kisah
masa lalu mereka yang menarik untuk disimak.
William, si pemain biola itu pernah suatu kali bertemu
dengan Risa, hanya sesaat tanpa percakapan yang berarti. Katanya, ia akan pergi
menemui orang lain, orang lain yang juga ingin mencoba mendengarkan suara biola
Nouval kesayangan Will. Apa yang dilakukan Janshen pun demikian, ketika Risa
berteriak memanggil-manggil namanya di sebuah gedung, Janshen mengacuhkannya,
bermain riang bersama dua anak perempuan, dan hanya sekali menoleh pada Risa
tanpa ocehan-ocehan yang menjadi rindu. Marianne, Hendrick, Hans, Norma, dan
Peter, mereka mengabaikan Risa, memilih melakukan hal lain yang menyenangkan
bila dibanding bersama setiap saat dengan manusia ikan *psst, Teh Risa itu
Pisces maniak*.
Apa yang dilakukan Teh Risa ketika semua sahabat-sahabatnya
pergi adalah dengan mencari sahabat baru, “mereka” yang mau membagi ceritanya
tentang kisah getir pahit manisnya ketika kehidupan masih menjadi takdir
mereka.
Gadis mungil berumur 7 tahun itu bernama Karina, seorang
anak yang mempunyai watak yang menyenangkan, senyuman manis, kulit yang terang,
dan gaya bicara yang tidak seperti anak sebayanya. Ain—begitu
panggilannya—sangat kritis dan jeli terhadap banyak hal, sikap dewasa yang
jarang dimiliki orang dewasa, namun malah menjadi alasan kekesalan dari
Bapaknya.
Bapak Ain adalah seseorang yang keras, ketika suatu kali Ain
menginginkan boneka lucu nan imut terpajang di sebuah toko, ia merengek meminta
Bapaknya membelikan boneka itu. Ketika terus-menerus Ain memaksa Bapaknya
membelikan, bukan persetujuan yang Ain dapat, ia malah mendapat tamparan dan
cacian benci dari ayah tirinya itu. Beberapa kali Ain mengalami hal ini, tapi
tidak pernah berani ia menceritakannya pada ibunya—Sugia, bagi Ain, bapak
adalah bapak, yang tetap harus dihormatinya. Tragedi itu menggariskan hidup Ain
telah berakhir, Bapak terselamatkan karena pengorbanan heroik dari anaknya,
anak yang bahkan bukan darah dagingnya sendiri. Ain meninggalkan semuanya,
meninggalkan Bapaknya yang kejam dan Ibu yang menyayanginya, dan meninggalkan
keinginan memeluk boneka yang diharapkannya itu.
Mara dan Dara adalah sepasang kembar yang lahir dari rahim
seorang pembantu, hasil biologis dengan majikan yang adalah seorang tentang
Belanda, Tuan Lucas. Keduanya ditinggalkan ibu mereka yang merasa bahwa Mara
dan Dara adalah cobaan terbesar yang pernah dialami ibunya itu. Mereka
sendirian, tak tahu harus pulang kepada siapa dan ke arah mana. Hingga, kabar
baik bahwa ada orangtua yang mau mengangkat keduanya sebagai anak mereka, Mama
Margaret dan Papa Lois. Kedua orangtua tersebut memperlakukan Mara dan Dara
seperti anak kandungnya, terlebih karena mereka tidak mempunyai kehadiran si
kecil di rumah yang mewah nan luas itu. Kehadiran keduanya sempat membuat Mama
Margaret khawatir akan kondisi mereka mengingat invansi Jepang yang saat itu
akan menyerang Belanda mulai tersiar kabarnya, hingga semua firasat kalut itu
benar-benar menjadi nyata.
Pengagum hujan, Tika-lah salah satunya. Gadis yang diangkat Paman
dan Bibi-nya untuk menghindari pernikahan dini sebagai tebusan atas hutang
kedua orangtuanya. Ia sedikit pemberontak, kenapa harus Paman dan Bibi-nya
menyelematkannya jika dengan menikah ia bisa dekat dengan orangtua kandungnya.
Namun, Tika tetaplah gadis penurut, dengan cara mencuci baju tetangganyalah,
Tika membantu keadaan ekonomi keluarga Pamannya. Hingga suatu hari, ketika ia
bekerja mencuci di rumah indekos Bu Tia, ia berkenalan dengan seorang penghuni
mahasiswa lelaki bernama Andre. Mereka saling suka, namun cinta tidak membuat
Tika bahagia, rasa ketertarikan itu berbuah perlakuan jahat yang akhirnya
membawanya pada takdir kematian.
Cinta tapi beda kembali hadir dalam Sunyaruri, Eljsa dan
Djalil yang menuang kisah dalam Cerita Kertas dan Pena. Elsja adalah seorang gadis
Belanda yang tumbuh, berkembang, dan menjalani kehidupan sedari kecil bersama
Djalil, anak seorang pembantu wanita di rumah keluarga Netherland tersebut.
Semua berawal dari persahabatan kecil, saling membantu, saling menolong. Hingga
ketika umur mereka beranjak dewasa, perasaan aneh itu muncul di keduanya. Tidak
tahu harus dengan cara apa mereka bisa bersatu karena ternyata Mama dan Papa
Eljsa tidak menginginkan cerita cinta itu ada. Eljsa dikurung, di dalam kamarnya
bahkan di ruang bawah tanah. Bukan tanpa alasan orangtuanya mengurungnya,
mereka tahu akan kabar invansi Jepang yang membombardir Belanda agar pergi dari
negeri jajahannya. Eljsa sendiri, ditemukan mati dalam keadaan mengenaskan, ia
pergi dengan rasa luka dan dendam kepada orangtuanya, dendam akan perasaan
cinta terhadap Djalil dan dendam mengapa mereka tak lagi hadir ketika Eljsa
terpuruk.
Ada banyak kisah lain tentunya yang membangun Sunyaruri. Larung Hara dan Sepasang Sayap Kecil Annete adalah kisah Risa dengan “mereka” yang
baru. Sebagian, Teh Risa juga menceritakan akan rasa rindunya terhadap
kawan-kawannya, dan sebuah rahasia akan terkuak hingga mengakhiri dari trilogi
ini, Danur—Maddah—Sunyaruri. Lalu, apakah cerita rahasia itu? Baca selengkapnya
di Sunyaruri.
***
Aku berniat menyelesaikan review ini karena pengin segera mengemas keempat buku pinjaman ini
dan dikembalikan kepada pemiliknya, Teh Dyah. Yah, tapi sepertinya gagal,
karena review baru selesai ditulis
sebelum aku berangkat Senin pagi *abaikan intermezzo
ini*.
Sunyaruri adalah alam kesepian, dan aku pernah merasakannya.
Aura yang terkandung dalam katanya pun, seolah-olah menyatakan bahwa ada sepi
disana, ada rasa luka, ada rasa rindu, dan kenangan yang membuncah. Lagi-lagi,
Teh Risa membawaku ke dalam dunianya yang saat itu gelap, gelap dari
cerita-cerita lucu dari kelima sahabat kecilnya, sunyi.
Aku tidak pernah berpikir bahwa dengan membaca Danur dan
Maddah, Peter dkk menjadi seterkenal itu. Mungkin saja kan ada orang yang
memanggil-manggil nama mereka sebelum tidur, minta diceritakan kisah paling
menyeramkan, dari “mereka-mereka” secara langsung. Aku juga tidak pernah
berpikir bahwa aku bisa memanggil “mereka”, ya kalau boleh aku ingin meminta
Ivanna sajalah, aku ingin menjerit bersamanya. Tapi, suatu kali memang pernah
sih aku bertemu dengan Samantha, dia yang pernah diceritakan Teh Risa dalam
buku Danur.
Judul dan ilustrasi yang diberikan memberikan aura yang
sama, tidak menakutkan, tidak mistis, namun membuat kesan misterius, termasuk cover bukunya. Ah, aku baru sadar kenapa
Teh Risa membawa aquarium kecil itu,
dia kan si manusia ikan juga, Pisces maniak. Beberapa kali sempat menemukan typo, tapi nggak masalah. Kalau boleh
dibilang, dari dua buku terbitan Rak Buku ini, aku suka penataan di Sunyaruri,
ukuran hurufnya tidak sekecil di buku Maddah, dan penulisan surat menggunakan
jenis huruf yang berbeda namun tetap bisa dibaca, lain dengan Maddah yang
kadang aku juga merasa kesulitan membacanya. Hanya saja, kadang spasi antar
paragraf kurang sinkron, ada yang terlalu rapat, tapi nggak jarang ada yang
kejauhan *nggak sejauh Anyer-Panarukan, kok*.
Hm, pada akhirnya Sunyaruri menutup trilogi Story of Peter
and Friends ini, kita mungkin nggak akan lagi membaca dan mendengar cerita
mereka. Biarlah Teh Risa asyik dengan dunianya, biarlah kita puas dan merasa
cukup dari tiga buku ini, dan biarlah Peter cs menjadi milik Teh Risa seorang,
agar ia tak lagi sendiri dari keramaian dunia. Percaya tidak kalau Teh Risa
menulis kisah romantis? Ananta Prahadi-lah jawabannya :)
by.asysyifaahs(◕‿◕✿)
1 comment:
Review di a, Greedy Bibliophile adalah pendapat suka-suka yang sifatnya subjektif dari si empunya blog. Aku berusaha jujur, karena barang siapa jujur sesungguhnya dia masih hidup.
Aku nggak pernah memaksa kamu untuk setuju dengan pendapatku sendiri. Jangan sebel, jangan kesel, kecuali kamu mau itu menjadi beban besar yang berat ditanggung.
Boleh komentar, boleh curhat, boleh baper, tapi jangan promosi jualan obat atau agen judi bola. Tulis dengan bahasa manusia yang sopan dan mudah dimengerti ya.
Terima kasih sudah berkunjung, semoga ada cerita yang bermanfaat, jangan lupa kuenya boleh dibawa. Asal tulisan aku jangan dicomot seenak udelmu.
tertanda,
yang punya cerita
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Terimakasih infonya. Jangan lupa kunjungi kami juga ya !! https://bit.ly/2MnNWVl
ReplyDelete