“... Sejatinya, sebuah persahabatan tidak akan lekang oleh
waktu dan rentang jarak yang memisahkan.” (hal. 190)
Penulis: Erlita Pratiwi
Penerbit: Grasindo
Tebal: 194 halaman
ISBN: 978-602-251-489-3
Rating: ★★★
---
Shasa, si anak
Mama itu tiba-tiba saja bertanya pada Era
tentang tempat eksotis di Indonesia yang seru dikunjungi dan tidak mudah untuk melupakan
pengalamannya. Era, partner in crime-nya
itu merasa heran, kenapa tiba-tiba Shasa
menanyakan hal demikian? Padahal, biasanya ia tidak perlu bersusah payah
untuk menanyakan tempat-tempat wisata menarik di Indonesia, karena tentu saja
Shasa akan lebih banyak berlibur di luar negeri daripada di tanah airnya
sendiri.
Maka demi menonton drama kabuki di gedung teater Kabuki-za,
Tokyo, ia rela mencari cara agar supaya ia bisa menarik minat Akiko dan Kenji—temannya yang berada di Jepang itu—untuk menyetujui destinasi
wisata Indonesia yang ditawarkannya. Ia sampai meminta Era untuk mencari lebih
banyak tempat wisata yang diinginkan Akiko itu.
Mengapa warga negara asing lebih peka dengan keberadaan hewan-hewan yang nyaris punah itu? Mengapa bukan warga negara ini yang terpikir untuk menyelamatkan mereka? (hal. 138)
Dari pilihan yang ada, akhirnya Shasa memilih Taman Nasional
Tanjung Puting. Selain deskripsi Era yang cukup menarik minatnya dibanding
pilihan lain, kebetulan mereka berdua juga mempunyai teman kuliah yang tinggal
dan cukup mengenal taman nasional tersebut, yaitu Heru, teman SMP mereka
yang kini juga satu kampus di kampus yang sama.
Bagiku, pengalaman masuk hutan seperti ini sungguh luar biasa, meski panas yang terasa cukup menyengat. (hal. 130)
Perjalanan mereka tidak hanya ke Taman Nasional Tanjung
Puting saja, tapi juga beberapa tempat wisata lain yang memang lokasinya
berdekatan dengan taman in-situ
tersebut. Mereka berlima—Shasa, Era, Heru, Akiko, dan Kenji—mengunjungi Camp
Leakey, yang akhirnya malah membawa mereka pada pertemuan dengan Siswi.
Sekaligus mengarungi Sungai Sekonyer yang tak disangka airnya berwarna kecokelatan
dan ada buaya. Wow! Benarkah perjalananan Shasa di Pulau Borneo itu
menyenangkan? Bagaimana nasibnya ketika seorang anak Mama yang biasa berlibur
di luar negeri, tiba-tiba harus dibawa berlibur di hutan Kalimantan? Baca selengkapnya di Oishii Jungle.
***
Yep, janjiku sama Kak Erlita telah dipenuhi. Hehe, dari lusa
kemarin—padahal bukunya sampai bulan lalu—aku sudah bilang kalau aku bakal
secepatnya bikin review, dan baru
selesai sekarang sih, diburu waktu karena besok harus mulai sekolah lagi, xoxo.
Domo arigatou gozaimashita.
Nah, bukunya memang aku simpan dulu, soalnya harus membaca
buku lain yang lebih diburu waktu [FYI, aku pinjam sih, hihi]. Ngomongin
tentang buku ini, jadi bikin flashback
8 tahun lalu ketika masih tinggal di Kalimantan, bukan di Kalimantan Tengah
sih, tapi di Tanjung, Tabalong - Kalimantan Selatan. Ah, yang penting mah
sama-sama ada Tanjung-nya, hoho *bersikeras*
Aku suka detil yang dipaparkan mengenai Tanjung Puting itu
sendiri, padahal sebelum mengetahui bukunya, aku nggak pernah tuh tahu betul
soal taman nasional ini, soalnya penasaran aku cuma sampai Kalimantan Selatan
aja, lebih ingat Martapura, Banjarbaru, Amuntai, dan tentu saja Tanjung, hehe.
Sayangnya, pendetilan yang cukup banyak ini malah jadi membawa adegan lain yang
aku rasa kurang perlu, salah satunya ketika mereka berlima makan di warung
makan yang kemudian menjaminkan... *ups, spoiler*.
Ceritanya sebenarnya diawali dari kampus Shasa, berlanjut
juga ke salah satu kedai makanan Jepang. Eh, secara nggak langsung, Kak Erlita
juga ‘menyusupkan’ judul bukunya, Takoyaki Soulmate. Waduh, jadi
penasaran sama buku yang itu tuh, hoho! *kode nih, kode*
Biasanya kemampuan berbahasa akan berkurang atau menghilang bila bahasa itu jarang digunakan. (hal. 69)
Ah iya, dari banyaknya tokoh, aku sih lebih suka sama Kenji,
dia photographer maniac. Dikit-dikit
foto, dikit-dikit foto. Sini deket sama aku, jadiin modelnya, kita selfie bareng, mwehehehe. Akiko juga
bikin aku sadar dengan cara dia berbahasa. Kalau pilih imagination character, aku jadi inget Haruka JKT48 cocok banget jadi
Akiko, soalnya usil. Anyway, Shasa
juga ingetin aku sama teman sekelas, namanya Sarah—kadang dipanggil Sasha juga
sih, beda dikit—anaknya punya sifat
yang sama persis sama Shasa, sama-sama anak Mama, manja, sering libur tiap weekend, tapi tetap produktif dan
manjanya nggak menye-menye, dia juga fotografer andalan aku. Nah, kalau buat
Heru, aku juga kepikiran Iqbal—yang masih teman sekelasku juga—deskripsinya sih
bilang Heru itu agak gendut, mirip Iqbal banget. Dan tahu kenapa, Sarah sama
Iqbal sebenarnya pernah jadian, tapi mereka udah failed. Duuh, kalau Oishii Jungle sih lain cerita, hoho *aduh,
takut keluar spoiler*.
Pokoknya, secara nggak langsung buku ini juga menyadarkan
kita bahwa seharusnya sebagai masyarakat Indonesia kita kudu bangga sama negeri
tercinta ini. Adam Young aja pakai bahasa Indonesia yang baik dan benar, masa
kamu nggak? Hehe, ditunggu Takoyaki Soulmate mendarat di rumahku, Kak Erlita
*ngarep* *ditampol*.
Ada beberapa kalimat sindiran halus yang patut dibaca:
1. Siapa bilang harus punya pacar untuk merasakan suasana
romantis? (hal. 2)
2. “Tau sendiri, kan, orang Indonesia nggak pandai merawat
kekayaan alam yang ada.” (hal. 23)
3. ..., manfaatkan semaksimal mungkin semua sumber daya yang
ada untuk mendukung usahaku. (hal. 59)
4. “Begitu dong jadi anak muda. Produktif, nggak cuma galau
melulu.” (hal. 74)
by.asysyifaahs(◕‿◕✿)
No comments:
Post a Comment
Review di a, Greedy Bibliophile adalah pendapat suka-suka yang sifatnya subjektif dari si empunya blog. Aku berusaha jujur, karena barang siapa jujur sesungguhnya dia masih hidup.
Aku nggak pernah memaksa kamu untuk setuju dengan pendapatku sendiri. Jangan sebel, jangan kesel, kecuali kamu mau itu menjadi beban besar yang berat ditanggung.
Boleh komentar, boleh curhat, boleh baper, tapi jangan promosi jualan obat atau agen judi bola. Tulis dengan bahasa manusia yang sopan dan mudah dimengerti ya.
Terima kasih sudah berkunjung, semoga ada cerita yang bermanfaat, jangan lupa kuenya boleh dibawa. Asal tulisan aku jangan dicomot seenak udelmu.
tertanda,
yang punya cerita