Apa yang kita tanam, itulah yang kita tuai.
Kadang kita kehilangan karakter diri, integritas, dan kejujuran hanya karena
mengikuti tren yang berlaku di masyarakat. Bagaimanapun hasil akhirya,
setidaknya hiduplah sesuai dengan nilai-nilai yang kita yakini. (hal. 46)
Penulis: Andri Rizki Putra
Penerbit: Bentang Pustaka
Tebal: xii + 264 halaman
Penyunting: Pratiwi Utami
Desain sampul: Bara Umar Birru
Pemeriksa aksara: Chalida N.A. & Septi Ws
Penata aksara: Adfina Fahd
Rating: ★★★★★
---
“Ki, kalau kamu nggak bisa mengikuti apa yang berlaku di masyarakat (mainstream) maka kamu akan selalu tertinggal.” (hal. vii)
Andri
Rizki Putra atau yang akrab disapa Rizki pernah putus
sekolah semasa SMA. Keputusan besar dalam hidupnya itu diakibatkan dari rasa
marahnya terhadap institusi pendidikan bernama sekolah yang dengan
terang-terangan melakukan perbuatan tidak terpuji.
Masa SD, Rizki dikenal sebagai anak yang
nakal, ia benar-benar tidak terlalu suka bagaimana cara guru mengajarnya dan
tindakan diskriminatif yang ia rasakan. Seperti halnya pada masa SMP, ia juga
merasa berang terhadap perlakuan dari orang-orang di sekitarnya yang
menyepelekan prinsip yang ia pegang selama ini. Bagaimana bisa, sekolah
unggulan yang ia pilih dulu melakukan aksi menyontek massal pada saat Ujian
Nasional berlangsung.
Rizki merasa kalah, kalah dengan pendirian
orang-orang yang sudah terlalu mengakar kuat karena dilakukan secara bersamaan.
Maka, daripada merasa terkunkung dengan sistem sekolah yang tidak ia sukai, di
awal semester menginjak SMA, ia memutuskan untuk keluar sekolah.
Suatu keputusan yang sangat besar untuk Rizki
saat itu. Namun ia percaya, ia akan bisa menghadapinya. Menunjukkan pada
orang-orang bahwa dengan keteguhan prinsipnya itu ia akan bisa lebih baik dari
mereka.
Sayangnya, hidup tak selalu seperti apa yang
kita inginkan, seringkali saat Rizki mencoba belajar, rasa stres, pesimis,
takut, dan khawatir menghantuinya. Takut kalau ia benar-benar tak sanggup
menghadapi konsekuensi dari keputusannya sendiri. Takut jika makin banyak orang
yang akan mencibirnya jika ia gagal dalam menjalani resiko yang ia pilih.
Namun, benarkah hal itu akan terjadi? Lalu akan seperti apa jadinya kisah Andri
Rizki Putra ini? Baca selengkapnya di Orang
Jujur Tidak Sekolah.
Sejenak aku berpikir, tidak mungkin Tuhan salah menempatkan hamba-Nya. Jika memang akhirnya aku berada di sini, tentu Tuhan tahu bahwa aku mampu bersaing dengan mereka semua. (hal. 93)Memang benar rupanya, tidak ada hal apa pun atau siapa pun yang dapat mencegah pemberian Tuhan. Jika Ia sudah berkehendak, semua akan terjadi begitu saja meski seberat apa pun hambatan yang harus ditempuh. (hal. 103)
***
It would
be a shame if we didn’t finish what we had started, right? (hal. 69)
Belakangan ini, aku mulai mengenal Kak Rizki
sebagai seorang sosok yang penuh inspirasi dan motivasi. Dalam projek di blog
pribadiku, aku juga pernah menceritakannya disini. Mulanya memang sekadar
mengetahui informasinya belaka, tapi makin lama prinsipnya aku teladani pula.
Sekolah adalah institusi pendidikan di mana
setiap orang punya kesempatan, hak, dan juga kewajiban mengikutinya. Indonesia
sendiri telah menetapkan standar Wajib Belajar 9 Tahun (bahkan dimungkinkan 12
Tahun) bagi siapa saja anak bangsanya, dengan tidak terkecuali. Namun, itu
hanyalah sekadar peraturan semata, faktanya tidak demikian.
Seperti banyak kasus yang Kak Rizki jelaskan,
sekolahnya sendiri contohnya, masih banyak praktek-praktek yang tidak sesuai
dengan peraturan yang diberikan pemerintah. Masih banyak sekolah-sekolah yang
banyak menuntut ini-itu pada muridnya, bahkan bisa jadi terdapat diskriminasi.
Sayangnya, bukankah sekolah adalah salah satu tempat yang sangat berpengaruh
besar dalam pembentukkan karakter diri seseorang?
Lupakan sejenak masalah pendidikan di
Indonesia, kadangkala aku merasa geram. Malam tadi saja, kami—teman-teman
sekolahku ramai memperbincangkan soal rencana di banyak aspek ala Kurikulum
2013. Katanya, bakal ada Uji Kompetensi di akhir semester 4, dan Ujian Nasional
akan dimajukan menjadi Januari 2016. Bagaimana bisa? Tapi baiklah, kesampingkan
hal itu sejenak.
Buku ini, banyak membuka hal yang mungkin
belum banyak kita tahu. Pernah mendengar UN Kesetaraan? Bagaimana kondisinya?
Banyak di antara masyarakat yang menganggap bahwa UN Kesetaraan hanya ditujukan
bagi mereka yang putus sekolah, tidak lulus UN sekolah, anak jalanan, dan
banyak persfektif masyarakat yang nyatanya keliru. UN Kesetaraan diakui di
Indonesia, sama halnya dengan Ujian Nasional seperti yang sering
digadang-gadang tiap tahunnya (saking banyaknya masalah).
Namun, yang mengherankan adalah, bagaimana
bisa anak yang putus sekolah di SMA, menciptakan kurikulum sendiri, belajar
sendiri, mengikuti UN Kesetaraan, bisa lolos masuk Fakultas Hukum UI yang
mayoritas diisi dengan anak-anak berotak super? Tentu bisa, Kak Rizki
membuktikannya. Di buku ini.
Cerita tentang bagaimana dia mendirikan
Masjidschooling dan YPAB (Yayasan Pemimpin Anak Bangsa) juga dituliskannya di
buku ini. Kurasa, selain mengenalkan pada pembaca tentang keberadaan sekolah
seperti ini, kita juga diajak untuk membuka mata lebih lebar dan lebih peka
terhadap apa yang terjadi di sekitar kita.
Jika uang menjadi modal utama untuk bersekolah, maka pendidikan itu sendiri telah mengkhianati ruhnya. (hal. xi)Namun, uang tetap tidak bisa membeli kemampuan. Kemampuan hanya dapat diraih dengan kerja keras, konsistensi, dan doa. (hal. 31)Tapi, aku meyakini bahwa kejujuran adalah yang paling tepat. Pad saat yang lain menyontek, aku bertahan untuk tidak mengikuti jejak mereka. (hal. 40)Negeri ini sudah menderita keterpurukan akibat korupsi, apa harus ditambah lagi dengan generasi muda yang mentalnya bobrok? (hal. 41)Apa gunanya memiliki nama baik yang dibangun atas kebohongan belaka? (hal. 43)Namun, aku melihat: belajar merupakan proses pendewasaan diri. Proses bagaimana kita dituntut bersikap dewasa dengan berusaha ikhlas menerima setiap hasil usaha kita. (hal. 109)Kunciku untuk dapat berteman dengan siapa pun adalah dengan menghindari prasangka yang prematur terhadap seseorang. First impression is not always correct. (hal. 122)Selama ini kegagalan memulai sesuatu terjadi karena selalu menunda aksi yang telah direncanakan. (hal. 171)Pede aja dulu! Gagal atau sukses urusan belakangan. Jangan sampai kehilangan momen. Keburu “basi”! Keburu orangnya pergi! (hal. 207)Kita diberikan Tuhan dua telinga dan satu mulut untuk lebih banyak mendengar ketimbang berbicara. (hal. 218)
***
Siapa Santaku? Kamukah Santaku?
Hello, aku kembali setelah sekian lama aku
menunggu sedikit menghilang dari blog buku. Tiba-tiba datang dengan review
dan tebakan siapa Santa-ku di Secret Santa BBI 2014 yang lalu?
Jadi, kalau yang kemarin sudah menebak siapa
Santa-ku, menurutmu siapa? Dari lambang infinite yang diberikan Santa, awalnya
aku bingung harus menebak siapa. Belum banyak member BBI yang aku kenal
sepenuhnya, kalaupun kenal ya mungkin baru sebatas teman-teman di sosial media,
belum sampai tahu lebih jauh *ditimpuk.
Sempat merasa kewalahan karena hampir saja
menyerah, namun setelah mencoba posting foto riddle SS di instagram, akhirnya
ada juga yang memberi clue. Aku bingung sih kenapa salah satu member BBI
menyebutkan beberapa #TerdugaSanta, kok bisa? Darimana dia tahu ya? Dari sekian
banyak peserta SS, kenapa coba harus memilih nama-nama berikut:
Kak Nina, Kak Angela (phie), Mas Tezar, Teh
Peni, Kak Alvina, Mbak Ren, Kak Bzee, Kak Hanivah M., Kak Hanum, Mbak Desty,
Mbak Lila, Kak Melisa, Kak Oky, Kak Ferina, Kak Atria, dan Kak Ally
Kenapa? Akhirnya setelah diselidiki, SS tahun
ini punya circle khusus. Di mana peserta dibagi menjadi beberapa kelompok dan
punya satu orang sebagai pembagi antara target dan santa yang dituju.
Hm, dari situ aku mulai menelaah *tsaah
mana-mana saja yang terduga santaku lebih kuat.
Yang nggak dicoret, itu yang paling banyak aku
kenal. Dan salah satu targetku juga ada di situ, jadi nggak mungkin dong Santa
ngasih ke target, dan target ngasih ke Santa? Haha...
Namun, Kak Alvina itu nggak termasuk, karena
dia sudah mengakui sendiri kalau dia bukan Santa-ku. Jadi, siapa ya?
Ah ya, sebagai pengingat ini simbol infinite
yang Santa kasih:
Petunjuk lainnya adalah bahwa infinite
menunjukkan lambang tidak terbatas atau tak terhingga. Maksudnya apa? Nggak
tau!
Terus, Santa nyuruh aku melihatnya dari sudut
pandang lain. Yang kutemukan adalah angka 8 atau bisa jadi kacamata? Mungkin!
Kalau dari satu circle, yang menghubungkan
kami selain BBI adalah nomor member, reading challenge, atau meme. Bener nggak?
Bisa jadi!
Dan terakhir, aku ingat Santa kirimnya pakai
Tiki. Eh, ini mah nggak penting ya.
Cuma, aku ingat siapa yang banyak kaitannya
dengan ini. Beberapa waktu lalu, aku pernah jadi pemenang Giveaway Hop: Rainbow
for August, Agustus bulan kedelapan kan ya, tepatnya yang punya nomor member
1301008 dan dia berkacamata nggak sih?
Walaupun nggak masuk akal, atau deduksiku yang
kurang, nggak papa deh. At least, aku punya dugaan besar kalau Santaku
Mbak Ren Puspita
Kenapa harus nebak dia? Ya karena kriteria dan
petunjuknya sebagian besar mengarah ke Mbak Ren. Kalau benar, syukurlah, anyway
terimakasih hadiahnya. Kalau boleh jujur, Syifa baru baca ini karena sibuk.
Hehe..., maaf ya ^^v Kalaupun salah, maafkan juga, karena telah menuduh *haha*.
Pokoknya, siapapun Santaku yang tepat, thanks a bunch :*
by.asysyifaahs(◕‿◕✿)