[REVIEW] Orang Jujur Tidak Sekolah - Andri Rizki Putra

Friday, January 30, 2015

Apa yang kita tanam, itulah yang kita tuai. Kadang kita kehilangan karakter diri, integritas, dan kejujuran hanya karena mengikuti tren yang berlaku di masyarakat. Bagaimanapun hasil akhirya, setidaknya hiduplah sesuai dengan nilai-nilai yang kita yakini. (hal. 46)

Judul: Orang Jujur Tidak Sekolah
Penulis: Andri Rizki Putra
Penerbit: Bentang Pustaka
Tebal: xii + 264 halaman
Penyunting: Pratiwi Utami
Desain sampul: Bara Umar Birru
Pemeriksa aksara: Chalida N.A. & Septi Ws
Penata aksara: Adfina Fahd
Rating: ★★★★★

---

“Ki, kalau kamu nggak bisa mengikuti apa yang berlaku di masyarakat (mainstream) maka kamu akan selalu tertinggal.” (hal. vii)

Andri Rizki Putra atau yang akrab disapa Rizki pernah putus sekolah semasa SMA. Keputusan besar dalam hidupnya itu diakibatkan dari rasa marahnya terhadap institusi pendidikan bernama sekolah yang dengan terang-terangan melakukan perbuatan tidak terpuji.

Masa SD, Rizki dikenal sebagai anak yang nakal, ia benar-benar tidak terlalu suka bagaimana cara guru mengajarnya dan tindakan diskriminatif yang ia rasakan. Seperti halnya pada masa SMP, ia juga merasa berang terhadap perlakuan dari orang-orang di sekitarnya yang menyepelekan prinsip yang ia pegang selama ini. Bagaimana bisa, sekolah unggulan yang ia pilih dulu melakukan aksi menyontek massal pada saat Ujian Nasional berlangsung.

Rizki merasa kalah, kalah dengan pendirian orang-orang yang sudah terlalu mengakar kuat karena dilakukan secara bersamaan. Maka, daripada merasa terkunkung dengan sistem sekolah yang tidak ia sukai, di awal semester menginjak SMA, ia memutuskan untuk keluar sekolah.

Suatu keputusan yang sangat besar untuk Rizki saat itu. Namun ia percaya, ia akan bisa menghadapinya. Menunjukkan pada orang-orang bahwa dengan keteguhan prinsipnya itu ia akan bisa lebih baik dari mereka.

Sayangnya, hidup tak selalu seperti apa yang kita inginkan, seringkali saat Rizki mencoba belajar, rasa stres, pesimis, takut, dan khawatir menghantuinya. Takut kalau ia benar-benar tak sanggup menghadapi konsekuensi dari keputusannya sendiri. Takut jika makin banyak orang yang akan mencibirnya jika ia gagal dalam menjalani resiko yang ia pilih. Namun, benarkah hal itu akan terjadi? Lalu akan seperti apa jadinya kisah Andri Rizki Putra ini? Baca selengkapnya di Orang Jujur Tidak Sekolah.

Sejenak aku berpikir, tidak mungkin Tuhan salah menempatkan hamba-Nya. Jika memang akhirnya aku berada di sini, tentu Tuhan tahu bahwa aku mampu bersaing dengan mereka semua. (hal. 93)
Memang benar rupanya, tidak ada hal apa pun atau siapa pun yang dapat mencegah pemberian Tuhan. Jika Ia sudah berkehendak, semua akan terjadi begitu saja meski seberat apa pun hambatan yang harus ditempuh. (hal. 103)

***

It would be a shame if we didn’t finish what we had started, right? (hal. 69)

Belakangan ini, aku mulai mengenal Kak Rizki sebagai seorang sosok yang penuh inspirasi dan motivasi. Dalam projek di blog pribadiku, aku juga pernah menceritakannya disini. Mulanya memang sekadar mengetahui informasinya belaka, tapi makin lama prinsipnya aku teladani pula.

Sekolah adalah institusi pendidikan di mana setiap orang punya kesempatan, hak, dan juga kewajiban mengikutinya. Indonesia sendiri telah menetapkan standar Wajib Belajar 9 Tahun (bahkan dimungkinkan 12 Tahun) bagi siapa saja anak bangsanya, dengan tidak terkecuali. Namun, itu hanyalah sekadar peraturan semata, faktanya tidak demikian.

Seperti banyak kasus yang Kak Rizki jelaskan, sekolahnya sendiri contohnya, masih banyak praktek-praktek yang tidak sesuai dengan peraturan yang diberikan pemerintah. Masih banyak sekolah-sekolah yang banyak menuntut ini-itu pada muridnya, bahkan bisa jadi terdapat diskriminasi. Sayangnya, bukankah sekolah adalah salah satu tempat yang sangat berpengaruh besar dalam pembentukkan karakter diri seseorang?

Lupakan sejenak masalah pendidikan di Indonesia, kadangkala aku merasa geram. Malam tadi saja, kami—teman-teman sekolahku ramai memperbincangkan soal rencana di banyak aspek ala Kurikulum 2013. Katanya, bakal ada Uji Kompetensi di akhir semester 4, dan Ujian Nasional akan dimajukan menjadi Januari 2016. Bagaimana bisa? Tapi baiklah, kesampingkan hal itu sejenak.

Buku ini, banyak membuka hal yang mungkin belum banyak kita tahu. Pernah mendengar UN Kesetaraan? Bagaimana kondisinya? Banyak di antara masyarakat yang menganggap bahwa UN Kesetaraan hanya ditujukan bagi mereka yang putus sekolah, tidak lulus UN sekolah, anak jalanan, dan banyak persfektif masyarakat yang nyatanya keliru. UN Kesetaraan diakui di Indonesia, sama halnya dengan Ujian Nasional seperti yang sering digadang-gadang tiap tahunnya (saking banyaknya masalah).

Namun, yang mengherankan adalah, bagaimana bisa anak yang putus sekolah di SMA, menciptakan kurikulum sendiri, belajar sendiri, mengikuti UN Kesetaraan, bisa lolos masuk Fakultas Hukum UI yang mayoritas diisi dengan anak-anak berotak super? Tentu bisa, Kak Rizki membuktikannya. Di buku ini.

Cerita tentang bagaimana dia mendirikan Masjidschooling dan YPAB (Yayasan Pemimpin Anak Bangsa) juga dituliskannya di buku ini. Kurasa, selain mengenalkan pada pembaca tentang keberadaan sekolah seperti ini, kita juga diajak untuk membuka mata lebih lebar dan lebih peka terhadap apa yang terjadi di sekitar kita.

Jika uang menjadi modal utama untuk bersekolah, maka pendidikan itu sendiri telah mengkhianati ruhnya. (hal. xi)
Namun, uang tetap tidak bisa membeli kemampuan. Kemampuan hanya dapat diraih dengan kerja keras, konsistensi, dan doa. (hal. 31)
Tapi, aku meyakini bahwa kejujuran adalah yang paling tepat. Pad saat yang lain menyontek, aku bertahan untuk tidak mengikuti jejak mereka. (hal. 40)
Negeri ini sudah menderita keterpurukan akibat korupsi, apa harus ditambah lagi dengan generasi muda yang mentalnya bobrok? (hal. 41)
Apa gunanya memiliki nama baik yang dibangun atas kebohongan belaka? (hal. 43)
Namun, aku melihat: belajar merupakan proses pendewasaan diri. Proses bagaimana kita dituntut bersikap dewasa dengan berusaha ikhlas menerima setiap hasil usaha kita. (hal. 109)
Kunciku untuk dapat berteman dengan siapa pun adalah dengan menghindari prasangka yang prematur terhadap seseorang. First impression is not always correct. (hal. 122)
Selama ini kegagalan memulai sesuatu terjadi karena selalu menunda aksi yang telah direncanakan. (hal. 171)
Pede aja dulu! Gagal atau sukses urusan belakangan. Jangan sampai kehilangan momen. Keburu “basi”! Keburu orangnya pergi! (hal. 207)
Kita diberikan Tuhan dua telinga dan satu mulut untuk lebih banyak mendengar ketimbang berbicara. (hal. 218)

***

Siapa Santaku? Kamukah Santaku?

Hello, aku kembali setelah sekian lama aku menunggu sedikit menghilang dari blog buku. Tiba-tiba datang dengan review dan tebakan siapa Santa-ku di Secret Santa BBI 2014 yang lalu?


Jadi, kalau yang kemarin sudah menebak siapa Santa-ku, menurutmu siapa? Dari lambang infinite yang diberikan Santa, awalnya aku bingung harus menebak siapa. Belum banyak member BBI yang aku kenal sepenuhnya, kalaupun kenal ya mungkin baru sebatas teman-teman di sosial media, belum sampai tahu lebih jauh *ditimpuk.


Sempat merasa kewalahan karena hampir saja menyerah, namun setelah mencoba posting foto riddle SS di instagram, akhirnya ada juga yang memberi clue. Aku bingung sih kenapa salah satu member BBI menyebutkan beberapa #TerdugaSanta, kok bisa? Darimana dia tahu ya? Dari sekian banyak peserta SS, kenapa coba harus memilih nama-nama berikut:

Kak Nina, Kak Angela (phie), Mas Tezar, Teh Peni, Kak Alvina, Mbak Ren, Kak Bzee, Kak Hanivah M., Kak Hanum, Mbak Desty, Mbak Lila, Kak Melisa, Kak Oky, Kak Ferina, Kak Atria, dan Kak Ally

Kenapa? Akhirnya setelah diselidiki, SS tahun ini punya circle khusus. Di mana peserta dibagi menjadi beberapa kelompok dan punya satu orang sebagai pembagi antara target dan santa yang dituju.

Hm, dari situ aku mulai menelaah *tsaah mana-mana saja yang terduga santaku lebih kuat.

Kak Nina, Kak Angela (phie), Mas Tezar, Teh Peni, Kak Alvina, Mbak Ren, Kak Bzee, Kak Hanivah M., Kak Hanum, Mbak Desty, Mbak Lila, Kak Melisa, Kak Oky, Kak Ferina, Kak Atria, dan Kak Ally

Yang nggak dicoret, itu yang paling banyak aku kenal. Dan salah satu targetku juga ada di situ, jadi nggak mungkin dong Santa ngasih ke target, dan target ngasih ke Santa? Haha...

Namun, Kak Alvina itu nggak termasuk, karena dia sudah mengakui sendiri kalau dia bukan Santa-ku. Jadi, siapa ya?

Ah ya, sebagai pengingat ini simbol infinite yang Santa kasih:


Petunjuk lainnya adalah bahwa infinite menunjukkan lambang tidak terbatas atau tak terhingga. Maksudnya apa? Nggak tau!

Terus, Santa nyuruh aku melihatnya dari sudut pandang lain. Yang kutemukan adalah angka 8 atau bisa jadi kacamata? Mungkin!

Kalau dari satu circle, yang menghubungkan kami selain BBI adalah nomor member, reading challenge, atau meme. Bener nggak? Bisa jadi!

Dan terakhir, aku ingat Santa kirimnya pakai Tiki. Eh, ini mah nggak penting ya.

Cuma, aku ingat siapa yang banyak kaitannya dengan ini. Beberapa waktu lalu, aku pernah jadi pemenang Giveaway Hop: Rainbow for August, Agustus bulan kedelapan kan ya, tepatnya yang punya nomor member 1301008 dan dia berkacamata nggak sih?

Walaupun nggak masuk akal, atau deduksiku yang kurang, nggak papa deh. At least, aku punya dugaan besar kalau Santaku

Mbak Ren Puspita

Kenapa harus nebak dia? Ya karena kriteria dan petunjuknya sebagian besar mengarah ke Mbak Ren. Kalau benar, syukurlah, anyway terimakasih hadiahnya. Kalau boleh jujur, Syifa baru baca ini karena sibuk. Hehe..., maaf ya ^^v Kalaupun salah, maafkan juga, karena telah menuduh *haha*. Pokoknya, siapapun Santaku yang tepat, thanks a bunch :*

by.asysyifaahs(◕‿◕✿)

4 comments:

  1. Harus punya bukunya dulu nih biar bisa jawab siapa santanya...

    ReplyDelete
  2. Hai Syifa...ya bener aku Santamu :). Aslinya itu cuma dibaca 8 aja lho, bukan berkacamata atau merujuk ke GA Hop di bulan Agustus, dan cuma refer ke no memberku, hihihi.

    Seneng deh dirimu suka bukunya, selamat baca bukunya yang satu lagi ya =)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ah yeay, terimakasih Mbak Ren, akhirnya benar juga. Hihi, iya lagi dibaca juga nih bukunya :D

      Delete

Review di a, Greedy Bibliophile adalah pendapat suka-suka yang sifatnya subjektif dari si empunya blog. Aku berusaha jujur, karena barang siapa jujur sesungguhnya dia masih hidup.

Aku nggak pernah memaksa kamu untuk setuju dengan pendapatku sendiri. Jangan sebel, jangan kesel, kecuali kamu mau itu menjadi beban besar yang berat ditanggung.

Boleh komentar, boleh curhat, boleh baper, tapi jangan promosi jualan obat atau agen judi bola. Tulis dengan bahasa manusia yang sopan dan mudah dimengerti ya.

Terima kasih sudah berkunjung, semoga ada cerita yang bermanfaat, jangan lupa kuenya boleh dibawa. Asal tulisan aku jangan dicomot seenak udelmu.

tertanda,

yang punya cerita

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
a book blog by @asysyifaahs