[Book Review] Kakak Batik

Sunday, May 18, 2014

Kesuksesan tetap harus dicapai dengan kemauan, keyakinan, kerja keras, keberanian, kerelaan berkorban, tekad yang kuat, serta sikap pantang menyerah. (hal. 9)

Judul: Kakak Batik
Penulis: Kak Seto
Penerbit: Bentang Belia
Tebal: 270 halaman
ISBN: 978-602-1383-01-8
Harga: Rp. 44.500,-

Mimpiku untuk jadi dokter harus kandas setelah dua kali tidak lulus ujian masuk Fakultas Kedokteran. Mimpi hidup enak di Jakarta, kenyataannya harus rela kerja serabutan dan hidup menumpang orang. Mimpi tentang gadis itu, harus puas dengan bertepuk sebelah tangan.

Jalan impian di depanku sepertinya memang tidak lurus. Selalu ada saja tikungan. Dan, melenceng dari apa yang kita impikan mungkin tidak terlalu buruk?

Di tengah kesulitanku, tikungan jalan itu mulai terlihat. Sosok itu menggiringku pada apa yang kuraih hari ini. Mengenalkanku pada dunia baru.  Pertemuan itu, senyum anak-anak itu mengubah jalan hidupku...

Siapa yang tidak mengenal Kak Seto? Berawal dari cerita Adi yang memutuskan untuk merantau ke Jakarta karena gagal dalam mengikuti ujian masuk Fakultas Kedokteran. Ia memberanikan diri untuk memperjuangkan cita-citanya dan demi membanggakan orang yang dikasihinya, sang Ibu. Hidup di Jakarta hanya sendiri dengan niat menumpang pada salah seorang teman yang sudah dianggapnya sebagai saudara. Menjadi tukang parkir, kuli panggul, bahkan sampai pembantu rumah tangga, Adi lakukan demi memenuhi kebutuhannya di ibukota yang 'keras' tersebut.

...nilai tambah dari orang-orang yang pernah mengalami kegagalan adalah kekuatannya untuk selalu bertahan pada keadaan apa pun untuk tidak mudah menyerah dalam upaya merebut keberhasilan di masa depan. (hal. 22)

...setiap perjuangan dan langkah yang kita ambil membutuhkan pengorbanan yang harus kita jalani dengan ikhlas. (hal 40)

Awal perjumpaan dengan Pak Dibyo, membuka segalanya, membuka 'jalan-jalan baru' bagi Adi yang harus ia jajaki satu per satu. Mimpinya masuk Fakultas Kedokteran tidak dapat tercapai karena lagi-lagi, untuk kedua kalinya, ia gagal dalam ujian masuk. Tapi, karena Pak Dibyo-lah, pada akhirnya, Adi memutuskan untuk 'menerabas' dan pindah haluan ke Fakultas Psikologi. Namun, bukan hidup namanya kalau tidak ada masalah, dalam meraih gelar sarjananya ini, Adi harus menempuh berbagai kejadian mulai dari kelulusannya yang tertunda dan terancam DO akibat skripsinya yang tertunda dan perbaikan yang berulang, bahkan pernah berurusan dengan polisi akibat kegiatan kemahasiswaan yang seringkali menuai kontroversi.

"Tidak ada yang salah dari segala sesuatu yang sudah diusahakan dengan baik. Yang salah hanyalah, ketika kita lupa bahwa kita punya Gusti Allah yang Mahabesar sebagai penentu jalan hidup kita, sehingga kita merasa putus asa ketika menerima cobaan-Nya." (hal. 56)

Hal yang sama berlaku dengan cerita cinta Adi, perkenalannya dengan Inna membuatnya masuk ke dalam kisah segitiga yang rumit. Berbagai cerita dituliskan tentang bagaimana perjuangan keduanya untuk memaknai CINTA, sebenar-benar arti cinta sesungguhnya. Bagaimanakah kisah cerita Adi dan Inna ini? Akankah berakhir indah seindah senyuman anak-anak Indonesia yang membanggakan?

Cinta bukan sesuatu yang bisa dipaksakan. Cinta bukanlah sepotong roti yang bisa dibentuk dari sebuah adonan kue dan dibuat dalam waktu sekejap, kemudian disajikan untuk siapa saja. (hal. 136)

"...cinta enggak kenal berapa banyak pengorbanan dan cinta enggak ada kaitannya sama reputasi. Semua orang berhak mendapat cinta sejati." (hal. 164)

Sementara, cinta bukan soal menang atau kalah, tetapi soal hati yang dijaga kesuciannya dengan kesetiaan tanpa batas. (hal. 202)

Cinta memang terkadang membuat ketegaran seorang perempuan menjadi sangat rapuh. (hal. 252)
***

Kamu kenal Kak Seto? Masak sih nggak tahu aktivis Komisi Perlindungan Anak Indonesia ini. Bagaimana jadinya ya kalau beliau menulis novel? Hmm... ini karya beliau yang pertama yang aku baca. Jangan menduga-duga, ini memang kisah nyata Kak Seto yang sedikit diberi 'bumbu fiksi' di dalamnya.

Ya memang benar, kita sebagai manusia adalah penulis hebat yang dapat menuangkan berbagai aksara di atas kertas putih sesuai dengan apa yang kita inginkan. Namun, Allah adalah editor terbaik yang berhak menghapus apa yang kita tulis dan mengubahnya sesuai ketentuan-Nya. Dan, tugas kita hanyalah meyakini bahwa apa pun ketentuan-Nya, itu yang terbaik bagi kita. (hal. 56)

Ceritanya santai, saking santainya aku butuh waktu sekitar dua minggu untuk menamatkan buku ini (ini sih karena faktor M). Kak Seto yang dalam cerita ini ditulis sebagai Kak Adi, adalah orang suka mengenakan batik, makanya nggak heran Kak Adi suka dipanggil Kakak Batik, sayangnya... nggak banyak penuturan tentang jenis-jenis batik dalam buku ini, hanya sekilas aja.

Betapa pentingnya arti sebuah cara pandang dalam menyelesaikan apa yang dihadapi dalam hidup. (hal. 158)

Jauh sebelum baca buku ini, aku belum tahu betul mengenai Kak Adi, eh typo, maksudnya Kak Seto. Yang aku tahu, beliau adalah aktivis KPAI. Udah-itu-aja. Miris? Sangat. Makanya, ketika membaca buku ini, aku jadi lebih tahu betul mengenai perjalanan Kak Seto mulai dari gagal ujian masuk FK Universitas Airlangga yang dalam buku ini ditulis Universitas Bima Sakti, hingga menjadi Kak Seto yang sering kalian perhatikan di media sebagai pejuang hak-hak anak. Lucunya, dalam buku ini, nama-namanya disamarkan, lho.
Bu Martinah sebagai Bu Mariati, ibu Kak Seto
Kak Ari sebagai Kak Kresno, kembaran Kak Seto
Pak Dibyo sebagai Pak Kasur
Inna sebagai Deviana, istri Kak Seto
Universitas Nusantara sebagai Universitas Indonesia
Cerita yang sangat apik dituturkan oleh Kak Seto, setiap bagian ditulis dengan proporsional, mulai dari cerita kuliahnya, cerita dengan anak-anak, cerita tentang pekerjaannya, hingga cerita cintanya. Pas. Bukunya bersih dari typo, walau ada kesalahan penulisan yang (mungkin) biasa aja, padahal berpengaruh dalam cerita. Salah satunya, dalam percakapan Adi yang memperkenalkan diri kepada Pak Dibyo. Adi mengatakan bahwa ia datang dari Surabaya sebulan yang lalu (hal. 36), tetapi di hal. 19 dituliskan bahwa Adi sudah tinggal di Jakarta selama dua bulan. Hmm... jangan-jangan... Terus, gregetnya, cuma salah ketik satu kata dari sekian banyaknya, yaitu: standard, seharusnya standar (hal. 84, 92)

...bahwa tidak ada kesulitan yang tidak dapat ditempuh demi tercapainya sesuatu yang lebih bermakna. (hal. 157)

Keberhasilan bukan hanya keberuntungan. Kadang memang ada benarnya. Namun, sebenarnya keberhasilan tidak lepas dari proses perjuangan, pengorbanan, dan kerja keras tanpa batas. (hal. 160)

"Jangan sia-siakan apa yang sudah tumbuh di dasar hatimu yang paling dalam, mengakar dan mendarah daging di jiwamu." (hal. 166)

Jika matahari saja masih setia menerangi Bumi dan seisinya tanpa lelah, manusia harus belajar darinya, melepaskan egonya dan tetap setia memberi kebahagian untuk orang yang dicintainya tanpa batas. (hal. 186)

"Lihatlah betapa waktu telah mengubah kita! Betapa waktu telah mengubah jalan hidup kita dan meninggalkan kita dalam reruntuhan." (hal. 188)

Buku yang bisa dibaca dari semua umur, mulai dari anak-anak, remaja, bahkan dewasa. Nggak tanggung-tanggung, ★★★★★ untuk buku ini, dan kita tunggu saja karya Kak Seto dalam bentuk novel selanjutnya :)

No comments:

Post a Comment

Review di a, Greedy Bibliophile adalah pendapat suka-suka yang sifatnya subjektif dari si empunya blog. Aku berusaha jujur, karena barang siapa jujur sesungguhnya dia masih hidup.

Aku nggak pernah memaksa kamu untuk setuju dengan pendapatku sendiri. Jangan sebel, jangan kesel, kecuali kamu mau itu menjadi beban besar yang berat ditanggung.

Boleh komentar, boleh curhat, boleh baper, tapi jangan promosi jualan obat atau agen judi bola. Tulis dengan bahasa manusia yang sopan dan mudah dimengerti ya.

Terima kasih sudah berkunjung, semoga ada cerita yang bermanfaat, jangan lupa kuenya boleh dibawa. Asal tulisan aku jangan dicomot seenak udelmu.

tertanda,

yang punya cerita

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
a book blog by @asysyifaahs