Penulis: Tere Liye
Penerbit: Republika
Editor: Triana Rahmawati
Cover: Resoluzy
Layout: Alfian
Tebal: 400 halaman
Terbit: Oktober 2015 (Cetakan Ketiga)
Rating: ★★★★★
---
“Ingat, Bujang. Jika kau tidak membunuh mereka lebih dulu, maka mereka akan membunuhmu lebih awal. Pertempuran adalah pertempuran. Tidak ada ampun. Jangan ragu walau sehelai benang.” (hal. 153)
Tokoh utama kita bernama Bujang, remaja kusam tanpa alas kaki dari pedalaman rimba Sumatra yang bertranformasi menjadi “Si Babi Hutan”, tukang jagal nomor satu yang pandai menyelesaikan konflik tingkat tinggi. Berawal dari perburuan babi hutan di sebuah talang di Bukit Barisan, ia berhasil membunuh raja babi hutan demi menyelamatkan Tauke Muda, orang bermata sipit yang bertamu pada bapaknya. Tindakan superiornya tersebut tak ragu lagi membuat Tauke Muda mengajak Bujang pergi ke Kota Provinsi, meninggalkan bapaknya yang lumpuh di kaki dan mamak yang sulit mengikhlaskan kepergiannya.
“Aku tahu, kau tetap penasaran tentang banyak hal, karena kau dibesarkan dengan rasionalitas. Tapi saat kau tiba pada titik itu, maka kau akan mengerti dengan sendirinya. Itu perjalanan yang tidak mudah, Bujang. Kau harus mengalahkan banyak hal. Bukan musuh-musuhmu, tapi diri sendiri, menaklukkan monster yang ada di dirimu. Sejatinya, dalam hidup ini, kita tidak pernah berusaha mengalahkan orang lain, dan itu sama sekali tidak perlu. Kita cukup mengalahkan diri sendiri. Egoisme. Ketidakpedulian. Ambisi. Rasa takut. Pertanyaan. Keraguan. Sekali kau bisa menang dalam pertempuran itu, maka pertempuran lainnya akan mudah saja.” (hal. 219)
Pulang sarat dengan makna dan juga rahasia. Dari cerita Bujang yang merupakan anak seorang pemukul ulung bernama Samad dan anak pemuka agama bernama Midah yang tinggal di talang pedalaman Sumatra, membuatku berpikir, benarkah masih ada tempat seperti itu--dimana letak rumah satu dengan lainnya dipisahkan hamparan kebun dan teriakan kencang adalah hal lumrah bagi mereka. Belum lagi, bagian Bujang yang menemui seorang calon presiden untuk bernegosiasi mengenai keberadaan shadow economy dipaparkan cukup jelas yang membuatku menebak-nebak, apakah ini cerita fiksi atau jangan-jangan... memang betulan terjadi?
Alur yang dibuat maju-mundur, yang membuatku seringkali belum siap namun seakan-akan cerita ditarik dari masing-masing ujung hingga mempertemukan keduanya dalam satu titik yang tepat. Logika cerita bisa diterima, dan aku sangat yakin perlu banyak riset yang mendalam untuk akhirnya meyakinkan pembaca bahwa satu bagian dengan bagian lainnya sangatlah berikatan, termasuk semua adegan yang terkesan ada di dunia nyata kita. Tidak ada karakter dan bagian yang sia-sia, semua berguna sesuai dengan bagiannya masing-masing. Hal sedetail apapun, benar-benar terperhatikan. Whoaaa, aku baru menyadari ada penulis lokal yang sekeren ini!
Bujang diciptakan sebagai karakter anti-hero, kalau benar-benar ada di dunia nyata, sebenarnya dia terlalu sempurna menurutku, meski satu-dua kali kita bisa menemukan kekeras-kepalaannya yang menjadi celah dari kesempurnaannya itu. Dibanding Bujang, aku lebih memilih Kopong sebagai karakter favoritku, kepala tukang pukul yang didatangkan dari timur itu, meski bukan penghibur yang baik dialah pencerita yang menarik, masa lalu Bapak dan Mamak Bujang keluar dari mulutnya.
Hanya kesetiaan pada prinsiplah yang akan memanggil kesetiaan-kesetiaan terbaik lainnya. (hal. 207)
Kata-kata baru juga menambah pengetahuanku, meski tidak ada catatan kaki yang mendukung tapi aku sudah cukup paham istilah dari kata tersebut. Akhir ceritanya sedikit mendadak dan agak klise, atau mungkin saking asyik dan penasaran membacanya aku jadi nggak sadar tau-tau sudah ada di bagian akhir cerita. Orang yang berhubungan dengan masa lalu orangtua Bujang menjadi tokoh-tokoh penutup dalam cerita ini.
Mataku mulai terbuka lagi, bahwa di dunia yang kita anggap berjalan seperti biasanya, ternyata punya banyak cerita belakang yang suram nan menakutkan. Bagi orang awam, tahu makan dan tidur saja mungkin sudah lebih baik, tapi lebih dari itu semua... kekejaman, kejahatan, dan keburukan membayang-bayangi setiap hal yang terjadi di dunia ini. Aku baru menyadarinya, kita memang tidak hidup sendirian dan tujuh miliar orang di dunia ini punya cara mereka tersendiri untuk hidup. Agama, keyakinan, dan kepercayaan bukan lagi hal yang diagungkan, karena semua yang tertulis di buku ini terasa universal, tidak ada satu agama yang dispesifikasikan, tempat yang dijelaskan dengan gamblang, dan peristiwa silam yang tersurat dengan sangat jelas. Tinggal penafsiran kita yang meyakinkan, sebuah kisah tentang perjalanan pulang, melalui pertarungan demi pertarungan, untuk memeluk erat semua kebencian dan rasa sakit, bisakah kita pulang? Kepada apa, siapa, dan bagaimana akhirnya kita bisa pulang?
"Peluklah semuanya, Agam. Peluk erat-erat. Dekap seluruh kebencian itu. Hanya itu cara agar hatimu damai, Nak. Semua pertanyaan, semua keraguan, semua kecemasan, semua kenangan masa lalu, peluklah mereka erat-erat. Tidak perlu disesali, tidak perlu membenci, buat apa? Bukankah kita selalu bisa melihat hari yang indah meski di hari terburuk sekalipun?" (hal. 339)"Ketahuilah, Nak, hidup ini tidak pernah tentang mengalahkan siapapun. Hidup ini hanya tentang kedamaian di hatimu. Saat kau mampu berdamai, maka saat itulah kau telah memenangkan seluruh pertempuran." (hal. 340)
Shadow economy, hhmmm sesuatu yang cukup asing buatku. Apa ceritanya nggak terlalu berat ya? Eh ngomong-ngomong, covernya cakep >,< Reviewmu juga cukup rinci namun tak spoiler, memberikan gambaran tentang buku ini.
ReplyDeleteAwalnya juga asing buatku, tapi penjelasan singkatnya cukup bikin paham, soal ekonomi gelap, ekonomi bayangan yang menakutkan. Keren nih dibaca kamu,perjuangan Bujang soal pendidikannya juga nhgak kalah keren xD
ReplyDeleteKirain cerita tentang keluarga gitu... Ternyata berat ya... Seru kayanya :)
ReplyDeleteMeski sebenarnya Tere Liye sering nulis kisah keluarga, buku ini cukup berbeda. Ada lebih banyak action-nya, tapi kisah keluarganya masih ada kok :)
Deletewah reviewnya seru dan tdk spoiler, jadi penasaran nih sama novel pulang ^^
ReplyDeleteWaah, terima kasih Kak :D Boleh lho masuk wishlist~
DeleteReviewnya bagus. Sukses bikin aku masukkin buku ini ke wishlist hihi...
ReplyDeleteMakasih Kak Sabrina ;) Iya, sudah lama jadi wishlist sejak terbit, tau-tau sekarang udah edisi cetak ke berapa :D
DeleteKayaknya, di buku ini bertebaran karakter yang bisa difavoritkan, ya. Cuma baca review, aku mikir kayaknya aku bisa memfavoritkan Bujang. Ternyata, ada juga Kopang yang nggak kalah menarik. :)
ReplyDeleteThanks ya resensi dan reviewnya :)
ReplyDeleteWatch movie